Makalah Budi Pekerti Tentang Sifat Terpuji dan Tercela
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada umumnya manusia memiliki sifat
yang berbeda-beda, ada sifat terpuji dan ada pula sifat tercela. Sifat tersebut
tergantung pada diri sendiri dan keadaan lingkungan disekitarnya. Sifat terpuji
yang dimiliki oleh manusia adalah seperti sabar, teliti, hemat, ikhlas, pemaaf,
pemurah dan menepati janji. Sedangkan sifat tercela yang dimiliki oleh manusia
adalah seperti: takabur, ria, malas, dendam, dengki, kianat, kikir, buruk
sangka, dan serakah.
Dalam kehidupan sehari-hari kita
harus bisa dan berusaha untuk menerapkan sifat terpuji dan juga harus berusaha
untuk menghindari sifat tercela. Sifat tercela perlu diatasi dikarenakan ada
beberapa faktor yang mempengaruhinya. Salah satunya yaitu adanya masalah
mengenai keadaan lingkungan di sekitarnya.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penulisan karya tulis ini diantaranya yaitu
:
1.
Mengetahui tentang sifat
terpuji dan sifat tercela.
2.
Mengetahui berbagai macam sifat
terpuji dan sifat tercela.
3.
Mengetahui cara berbuat sifat
terpuji.
4.
Mengetahui cara menghindari
sifat tercela.
1.3 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah
dijelaskan, maka dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut :
1.
Masalah-masalah apa saja yang
membuat terjadinya sifat terpuji dan sifat tercela?
2.
Apa itu sifat terpuji dan sifat
tercela.
3.
Cara berbuat sifat terpuji.
4.
Cara menghindari sifat tercela.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sifat-sifat Terpuji
- Sifat-sifat Terpuji Bagi Diri Sendiri
1.
Sabar
Sabar berarti tabah, tahan menghadapi
cobaan. Orang sabar tahan menerima hal-hal yang tidak disenangi atau yang tidak
mengenakkan dengan ridha dan menyerahkan diri kepada Allah.
Sabar merupakan salah satu akhlak
terpuji. Sabar juga merupakan salah satu kunci untuk meraih kebahagiaan dan
ketenangan hidup. Manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia ini tidak luput
dari ujian dan cobaan. Ketika mengalami ujian dan cobaan kita harus menghadapinya
dengan sabar. Sifat sabar bagaikan cahaya yang terang-benderang dalam suasana
yang gelap gulita. Rasulullah menjelaskan bahwa sabar adalah cahaya yang
gilang-gemilang.
Sebagai seorang muslim wajib bersabar
terhadap ujian dan cobaan yang menimpa, sebab apapun yang diberikan oleh Allah
pasti ada hikmahnya, dan hendaknya manusia dapat mengambil hikmah dan pelajaran
dari kejadian yang dialami.
1)
Macam-macam Sifar Sabar
Kesabaran manusia dalam menjalankan
kehidupan sehari-hari sangat berhubungan dengan tiga hal, yaitu :
a.
Sabar dalam berbuat, artinya
sabar menghadapi rintangan dan kesulitan. Sabar disini mengandung pengertian
tekun, gigih, dan bekerja keras.
b.
Sabar dalam menderita, artinya
sabar menerima musibah atau cobaan. Jika ditimpa musibah janganlah mengeluh,
tetapi terimalah dengan penuh kesabaran.
c.
Sabar menahan amarah, yaitu
bersikap sabar jika dihadapkan kepada situasi yang dapat menimbulkan kemarahan.
Persoalan yang dihadapi dengan marah tidak akan terselesaikan. Sabar menahan
marah perlu dipupuk dan dilatih. Allah sayang kepada orang sabar menahan
amarahnya.
Orang yang sabar lebih dapat
merasakan ketenangan, keluasan berfikir, dan kedalaman menganalisa masalah.
Selain dari ketenangan, orang yang sabar akan memperoleh banyak teman dan mudah
melakukan pendekatan kepada orang lain, sekalipun mereka membencinya.
2)
Langkah-langkah Menanamkan Kesabaran
a.
Kegagalan seseorang diterima
dengan lapang dada dan tidak dimarahi. Hendaklah kita ikut merasakan kegagalan
yang dialami oleh orang lain.
b.
Seseorang ditenangkan hatinya
dengan diajak untuk mengambil hikmah dari kegagalan atau musibah yang
dialaminya. Jadi kegagalan itu bukanlah negatif tapi ada hikmah dan nilai
positifnya, tergantung pada kesabaran orang dalam menghadapi kegagalan
tersebut.
3)
Petunjuk Al-Qur’an dan Hadits tentang Sabar
Sabar juga dijelaskan di dalam sebuah
hadis Rasulullah SAW, yang artinya :
“Barangsiapa yang
berlatih kesabaran, maka Allah akan menyebarkannya. Dan tidak ada seorang yang
mendapat karunia (pemberian) Allah yang lebih baik atau lebih luas dari sabar”
(HR. Bukhari).
2.
Teliti
Akibat kurang teliti orang bisa
menyesal terhadap apa yang telah dikerjakannya. Terkadang akibat dari kurang
teliti tersebut seseorang dapat membawa celaka pada dirinya. Oleh sebab itu
Islam mengajarkan kepada umatnya untuk
selalu bersikap teliti. Terliti artinya cermat atau seksama.
Manusia selalu diperintahkan Allah
untuk selalu bersikap teliti dalam segala hal. Termasuk dalam menerima
informasi, laporan, pengaduan, apalagi isu dari seseorang yang seharusnya diteliti
terlebih dahulu apakah benar atau salah.
3.
Hemat
Hemat artinya berhati-hati dalam
menggunakan sesuatu. Hemat lawannya boros. Hemat adalah salah satu sifat
terpuji.
Islam mengajarkan hidup dalam
kesederhanaan dan mencela hidup dalam berlebih-lebihan. Kita disuruh berhemat
agar menjadi kaya. Sabda Rasulullah SAW, yang artinya :
“Barangsiapa
berlaku hemat, pasti Allah menjadikan dia kaya, dan barangsiapa berlaku boros,
maka Allah menjadikannya miskin” (HR. Al Bazar).
Memelihara harta antara lain adalah dengan
cara berhemat. Berhemat bisa dilakukan oleh siapa saja, asalkan mau
melaksanakannya.
Dari uraian di atas dapat dipahami
bahwa Allah sangat menyukai orang yang hidup sederhana. Sebaliknya Allah tidak
menyukai orang-orang yang hidup berfoya-foya.
4.
Ikhlas
Ikhlas artinya tulus hati atau hati
yang bersih. Adapun yang dimaksud ikhlas dalam uraian ini adalah mengerjakan
ibadah semata-mata hanya mengharapkan ridha Allah.
Perbuatan ikhlas adalah perbuatan
yang timbul karena keinginan sendiri, bukan karena petintah atau paksaan orang
lain. Suatu pekerjaan akan terasa ringan jika dikerjakan dengan ikhlas. Sabda
Rasulullah SAW, yang artinya :
“Sesungguhnya
(nilai) perbuatan itu tergantung kepada niatnya, dan sesungguhnya bagi setiap
orang (ganjaran atau pahala) menurut apa yang diniatkan. Barangsiapa hijrahnya
karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, dan
barang siapa hijrahnya untuk (mencari keuntungan) dunia yang akan diperoleh
atau karena wanita yang akan dinikahinya, maka hijrahnya sampai kepada
tujuannya (niatnya itu)”. (HR. Bukhari).
Allah menyuruh kita beramal dengan
ikhlas agar amal yang kita kerjakan bermanfaat, baik ketika berada di dunia,
maupun di akhirat kelak. Bila beramal dengan tidak ikhlas, seperti beramal
karena riya, maka amal tersebut akan sia-sia saja.
- Sifat-sifat Terpuji Terhadap Orang Lain
1.
Pemaaf
Dalam Islam dianjurkan memberi maaf
kepada teman atau orang lain, bukan meminta maaf kepada teman atau orang lain, jadi pemberi maaf adalah sifat yang
sangat terpuji dalam pergaulan kita.
Saling memaafkan karena berbuat
keliru atau salah tidak terbatas waktunya. Meminta maaf atas suatu kesalahan
sebaiknya dilakukan secepatnya sesudah terjadinya kekeliruan atau kesalahan,
baik yang disengaja ataupun tidak. Hal ini diharapkan untuk menciptakan
kerukunan hidup bersahabat ataupun bertetangga, dan ketentraman bermasyarakat.
Petunjuk Al-Qur’an tentang Pemaaf
Allah berfirman dalam surat al-A’raf ayat 199 yang
artinya :
“Jadilah engkau
pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada
orang-orang yang bodoh”
Selanjutnya dalam surat an-Nur ayat 22 Allah berfirman
yang artinya :
“Dan janganlah
orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan diantara kamu bersumpah
bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya),
orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan
hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa
Allah mengampunimu? dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
2.
Pemurah
Pemurah artinya suka memberi atau
suka membantu. Orang yang pemurah adalah orang suka memberikan bantuan atau
pertolongan kepada orang lain. Bantuan atau pertolongan itu dapat berupa harta
benda, tenaga, ataupun pikiran. Sifat pemurah seseorang tampak terlihat dalam
sikapnya sehari-hari. Ia tidak segan-segan memberikan bantuan kepada orang yang
membutuhkan, baik diminta ataupun tidak.
Agama Islam mengajarkan agar setiap
umatnya memiliki sifat pemurah. Harta yang dimiliki seseorang itu adalah titipan
Allah. Harta tersebut harus dipelihara dan dipergunakan sesuai dengan ketentuan
Allah. Orang boleh saja membelanjakan hartanya menurut keinginannya, tetapi
harus diingat bahwa sebagian harta tersebut adalah hak fakir miskin yang harus
dikeluarkan.
Orang yang memiliki sifat pemurah
tidak ragu-ragu untuk membantu orang lain. Menolong seseorang bukan dengan
harta saja, tetapi juga bisa dengan tenaga dan pikiran. Firman Allah dalam
surat al-Baqarah ayat 262-263, yang artinya :
“Orang-orang yang
menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang
dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak
menyakiti (perasan si penerima), mereka memperoleh pahala disisi Tuhan mereka,
tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
Perkataan yang baik dan pemberian maaf
lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan
si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha Penyantun”.
3.
Menepati Janji
Janji adalah utang yang harus dibayar
jika seseorang berjanji, maka ia wajib menepati janji tersebut. Secara garis
besar janji itu ada dua macam :
a.
Janji manusia kepada Allah,
yaitu berupa kesaksian akan adanya Allah Yang Maha Esa yang diberikan saat
ditiupkan roh ke dalam jasadnya, ketika manusia masih berada dalam kandungan
ibunya. Di dalam surat al-A’raf ayat 172 disebutkan :
“Dan (ingatlah),
ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan
Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah
aku ini Tuhanmu?” mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami). Kami menjadi
saksi”. (kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: “Sesungguhnya Kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)”.
b.
Janji antara sesama manusia
Janji ini dapat dilakukan secara
lisan, misalnya janji seorang siswa kepada temannya bahwa ia akan datang ke
rumah temannya pada pukul 5 sore untuk belajar bersama. Sedangkan janji dalam
bentuk tertulis, misalnya ketika diterima jadi guru, ia berjanji akan bekerja
dengan baik, dan bersedia diberhentikan jika tidak bekerja dengan baik.
Semua janji yang dilakukan, baik
lisan maupun tulisan, wajib dipatuhi dan ditunaikan sebagaimana mestinya.
Firman Allah dalam surat al-Isra’ ayat 34 :
“Dan penuhilah
janji, sesungguhnya janji itu pasti diminta pertaggungjawabannya”.
Ingkar janji merupakan perbuatan
dosa, karena perbuatan tersebut melanggar larangan Allah. Ingkar janji juga
merupakan salah satu dari tanda-tanda orang munafik sebagaimana dijelaskan
dalam sebuah Hadis Nabi SAW yang artinya :
“Tanda-tanda orang
munafik itu ada tiga, yaitu jika berkata ia dusta, jika berjanji ia mungkir,
jika dipercayai ia berkhianat”. (HR. Bukhari Muslim).
2.2 Sifat-sifat Tercela
A. Sifat-sifat Tercela Bagi
Diri Sendiri
1.
Ujub dan Takabur
Ujub artinya membanggakan diri. Orang
yang memiliki sifat ujub senantiasa membanggakan segala kehidupan yang ia
miliki. Ia lupa bahwa manusia diciptakan Allah dengan segala kelebihan dan
kekurangan. Kelebihan yang dimiliki manusia itu adalah karunia Allah yang harus
disyukuri, bukan untuk dibangga-banggakan. Jika seseorang terlalu membangga-banggakan segala kelebihan yang ada
pada dirinya, maka ia akan mudah terjerumus ke dalam sifat takabur.
Takabur berarti sombong, yaitu salah
satu sifat manusia yang tidak baik. Takabur adalah sikap tinggi hati,
merendahkan orang lain, menganggap dirinya lebih berharga dan mulia daripada
orang lain. Seorang yang bersifat takabur biasanya ia bersikap diskriminatif
dan merendahkan orang-orang yang tidak sederajat dengan dirinya.
Sifat dan sikap takabur dapat
mengakibatkan permusuhan dan kebencian antara seseorang dengan orang lain.
Akibatnya, hubungan menjadi tegang dan retak yang akhirnya dapat menjadi
permusuhan dan perpecahan dalam pergaulan kita. Karena itu, sangat tepat sekali
agama Islam melarang manusia bersikap takabur.
Seseorang menjadi takabur boleh jadi
disebabkan hal-hal sebagai berikut :
a.
Merasa dirinya pandai atau
lebih pandai dari temannya.
b.
Merasa kaya, atau lebih kaya
dari temannya.
c.
Merasa berkuasa, atau lebih
kuasa dari temannya.
d.
Merasa tampan atau cantik, atau
merasa lebih tampan dan lebih cantik dari temannya.
e.
Merasa berketurunan raja atau
bangsawan.
f.
Merasa kuat, atau lebih kuat
dari temannya.
g.
Merasa status sosial ekonominya
tinggi, atau lebih tinggi dari orang lain.
h.
Merasa anak emas dari guru,
atau seslalu diagungkan di sekolah dan di lingkungan lainnya.
i.
Merasa lebih pintar, atau yang
paling pintar di sekolah dan di lingkungan masyarakat.
Sifat takabur sangat mendatangkan
bahaya bagi kita karena banyak orang yang menjadi dendam dan marah karena sikap
yang meremehkan orang lain dalam pergaulan, justru itu seorang muslim tidak
boleh takabur. Sebab takabur adalah perbuatan yang dibenci dan dikutuk oleh
Allah.
Orang yang bersifat takabur biasanya
selalu membeda-bedakan orang lain dalam
pergaulan. Ia tidak suka bersikap ramah keapda orang yang derajatnya dianggap
lebih rendah daripada dirinya. Sifat semacam ini menimbulkan rasa tidak senang
orang lain kepada dirinya bahkan rasa permusuhan.
Untuk menghilangkan sifat yang
tertanam dalam jiwa, kita harus lebih banyak memahami dan menghayati
ajaran-ajaran agama dan lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sifat takabur tersebut dijelaskan
Firman Allah dalam surat Lukman ayat 18 :
“Janganlah kamu
memalingkan mukamu dari manusia karena kesombongan; dan janganlah berjalan di
muka bumi ini dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang
sombong dan membanggakan diri”.
2.
Riya dan Sum’ah
Riya adalah sifat suka menampilkan
diri dalam beramal agar amal tersebut dilihat orang dengan maksud ingin
mendapatkan simpati atau pujian.
Sementara sum’ah adalah sifat suka
menceritakan amal perbuatan agar didengar orang dengan maksud untuk mendapat
simpati atau pujian. Jadi riya sum’ah merupakan sifat tercela.
Riya dan sum’ah adakalanya timbul
karena ingin mendapat pujian. Adakalanya riya dan sum’ah timbul karena khawatir
akan mendapat celaan dari orang lain. Di dalam sebuah hadis Nabi SAW
menjelaskan bahwa riya dan sum’ah tersebut dibenci oleh Allah. Nabi SAW
bersabda, yang artinya :
“Barang siapa yang
berbuat baik karena ingin didengar oleh orang lain (sum’ah), maka Allah akan
memperdengarkan kejelekannya pada orang lain. Dan barangsiapa yang berbuat baik
karena ingin dilihat oleh orang lain (riya), maka Allah akan memperlihatkan
kejelekannya pada orang lain” (HR. Bukhari)
Orang yang suka riya dan sum’ah
termasuk orang-orang munafik dan juga tergolong orang-orang yang mendustakan
agama.
Kerugian bagi orang-orang yang
bersifat riya dan sum’ah, yaitu :
a.
Allah tidak menerima sedikitpun
amal ibadah mereka, walaupun mereka bersusah payah mengeluarkan tenaga, harta,
dan meluangkan waktu.
b.
Kita akan menerima azab sebagai
balasannya.
3.
Malas
Malas artinya tidak mau bekerja.
Penyebab orang malas tidak mau bekerja karena :
a.
Membutuhkan waktu dan tenaga.
b.
Menghadapi kesulitan tantangan.
Orang yang malas tidak mau dan tidak
berani menghadapi tantangan atau kesulitan. Ia menghendaki apa yang diinginkan
cepat terwujud tanpa susah bekerja.
Malas adalah sifat tercela yang harus
dihindari apalagi jika kita ingin maju atau dan berhasil dalam belajar atau
usaha. Jika ingin meraih kebaikan di dunia dan di akhirat hendaklah rajin
beribadah kepada Allah dan mengharap ridha-Nya. Oleh sebab itu untuk meraih
hidup senang perlu ketekunan, bahkan pengorbanan.
Orang yang malas adalah orang yang
tidak mensyukuri nikmat Allah berupa waktu. Kerugian bagi orang-orang yang
mempunyai sifat malas, yaitu :
a.
Di dunia merugi, karena tidak
dapat meraih apa yang diinginkan dan akan terasing dalam pergaulan orang
banyak.
b.
Di akhirat juga akan merugi
karena tidak memiliki amal ibadah yang menjadi bakal hidup bahagia di akhirat.
Rasulullah SAW bersabda, yang artinya :
“Manusia yang
paling berat mendapat siksa pada hari kiamat adalah mereka yang menganggur dan
berpangku tangan”.
B. Sifat-sifat Tercela
Terhadap Orang Lain
1.
Marah dan Dendam
Marah adalah salah satu bentuk
keinginan untuk menyakiti harga diri orang lain karena orang itu dianggap
menyerang kehormatan dirinya atau merugikan kepentingan dirinya. Marah adalah
dorongan nafsu untuk melampiaskan balas dendam kepada orang lain. Marah dapat
muncul dalam bentuk ringan dan berat. Bentuk ringan berupa caci maki, mengomeli
dan menggerutu. Bentuk beratnya dapat berupa memukul, melukai, bahkan membunuh.
Orang yang ingin mengikuti dorongan
marah berarti lemah dalam mengendalikan nafsu negatifnya. Orang yang marah
sering kehilangan pikiran yang sehat, sehingga tidak dapat memecahkan masalah
dengan benar, bahkan menimbulkan masalah baru.
Sifat pemarah lebih banyak
menimbulkan permusuhan dan kebencian pada orang yang dimarahi terhadap diri
orang yang memarahi. Karena itu, Islam menekankan untuk menjauhi sifat marah
dan menggantinya dengan sifat pemaaf.
Untuk mencegah kemarahan, Islam
memberikan beberapa macam terapi, berupa :
a.
Wudhu’ atau mandi.
b.
Mengucapkan a’udzubillah.
c.
Diam.
d.
Duduk dan tiduran begitu
marahnya reda.
Penggunaan terapi marah semacam ini
tergantung pada keadaan. Bila marahnya sangat, terapinya dengan mandi dan
berwudhu’. Bila marahnya ringan, terapinya dengan membaca a’udzubillah. Bila
marahnya lebih ringan terapinya dengan diam. Bila marah telah sedikit reda,
hendaklah tiduran/berbaring atau duduk.
2.
Dengki atau Hasad
Sifat dengki dan hasad merupakan
sifat yang harus dijauhi. Sabda Rasulullah SAW :
“Jagalah dirimu
dari sifat hasad (dengki), karena hasad itu dapat memakan (menghabiskan)
kebaikan seperti halnya api memakan kayu bakar.” (HR. Bukhari).
Hasad (dengki) merupakan salah satu
sifat manusia yang jelek yaitu sifat manusia yang tidak senang melihat orang
lain mendapat nikmat/kebahagiaan, bahkan menginginkan nikmat/kebahagiaan itu
hilang dari orang tersebut. Orang yang hasad tidak segan berbuat khianat kepada
temannya sendiri, bahkan ia sampai hati membuat perangkap agar orang lain
terjerumus dalam malapetaka. Karena bahaya hasad begitu besar, maka Nabi
Muhammad SAW mengatakan bahwa “orang yang berhati hasad dapat menghilangkan
segala amal kebaikannya.”
Orang yang bersifat hasad akan mudah
bermusuhan dengan orang lain, karena ia gampang memperlihatkan rasa tidak
senang kepada orang-orang yang menerima nikmat. Orang yang hasad dapat
menimbulkan ketidak tentraman di tengah-tengah masyarakat, karena usahanya
mencelakakan orang lain yang mendapat nikmat. Orang yang hasad juga menjadi
sasaran kebencian orang lain dan dijauhi dalam pergaulan sehari-hari, sebab
orang lain takut akibat buruk dari sifat hasadnya itu.
Untuk mengatasi sifat hasad, kita
harus mengetahui dan selalu sadar bahwa segala kebaikan dan nikmat yang
diberikan oleh Allah kepada manusia merupakan ujian dan cobaan kepada kita.
Setiap nikmat yang diterima harus dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT. Oleh
sebab itu, bila orang mendapatkan nikmat dan tidak dapat berbuat baik, maka berarti hal itu hanya menambah
dosa pada dirinya. Jadi, kalau seseorang belum menerima nikmat dari Allah,
itu bukan berarti bahwa dia merupakan
orang yang dibenci Allah.
3.
Khianat
Khianat merupakan salah satu
tanda-tanda orang munafik, sebagaimana dijelaskan dalam sabda Rasulullah SAW :
“Tanda-tanda orang
munafik itu ada tiga: apabila berkata ia dusta; apabila berjanji, ia ingkar;
apabila dipercaya, ia khianat.” (HR. Muslim)
Dari hadis di atas dapat dipahami
bahwa khianat adalah perbuatan yang melanggar janji yang telah diikrarkan atau
melanggar kesetiaan kepada seseorang. Melanggar janji kejahatan, contohnya
berjanji akan mencuri kemudian dilanggar tidak jadi mencuri, ini bukan khianat.
Khianat juga dapat dikatakan berbuat bertentangan dengan kejujuran.
Perbuatan khianat sangat merugikan
diri sendiri dan orang lain yang berhubungan dengan dirinya. Pengkhianatan
dapat menimbulkan malapetaka bagi diri sendiri maupun orang lain.
4.
Kikir atau Bakhil
Sifat kikir atau bakhil merupakan
sifat yang dibenci oleh Allah. Allah berfirman dalam QS. Ali Imran (3) ayat 180
:
“Sekali-kali
janganlah orang-orang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari
karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Akan tetapi,
sebenarnya kebakhilan itu buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu
akan dikalungkan kelak di lehernya pada hari kiamat…
Kikir atau bakhil adalah sifat enggan
untuk mendermakan atau membelanjakan harta yang dikurniakan Allah kepada kita,
yang seharusnya atau sepatutnya kita dermakan kepada orang yang berhak
menerimanya. Yang dimaksud dengan “sepatutnya” adalah memenuhi kebutuhan pokok
sehari-hari. Manusia yang bersifat kikir atau bakhil sangat membahayakan diri
sendiri dan orang lain.
Dalam suatu do’a Rasulullah SAW, menyebutkan : “Takutlah kamu sekalian akan kikir, karena
sesungguhnya, kekirinan itu telah membinasakan orang-orang yang sebelum kamu
mereka terdorong untuk menumpahkan darah dan menghalalkan apa-apa yang telah
diharamkan.” (HR. Muslim).
Ada dua penyebab seseorang menjadi bakhil, yaitu :
a.
Sangat mencintai kehidupan
dunia sehingga melupakan kehidupan akhirat yang lebih kekal dan abadi.
b.
Sangat mencintai harta
kekayaannya sehingga menjadikannya sebagai ukuran kemuliaan, kurang hartanya
menjadikania bersedih dan susah dalam hidupnya.
Orang yang memiliki sifat bakhil
menandakan bahwa dalam jiwa dalam jiwa bersemayam penyakit bakhil. Agar kita terhindar
dari penyakit bakhil maka hendaklah dilakukan hal sebagai berikut :
a.
Selalu mengingat Allah kapan
dan dimana saja kita berada.
b.
Ingat akan tanggung jawab di
akhirat, bahwa di akhirat akan ditanya kemana harta digunakan, kemana umur
dimanfaatkan, kemana ilmu diamalkan, kemana waktu dipergunakan.
c.
Harus disadari bahwa harta itu
tidak kekal, pada suatu waktu bila kita tidak mau berpisah, maka dia memisahkan
kita.
d.
Harus disadar bahwa kita mati
tidak membawa harta, kita dikuburkan harta tinggal sama orang lain, yang kita
bawa ke akhirat adalah amal shaleh dan pahala dan harta yang kita berikan
dijalan Allah.
5.
Buruk Sangka
Buruk angka merupakan sifat yang
harus dijauhi. Allah berfirman dalam QS. Al-Hujarat (49) ayat 12 :
“Hai orang-orang
yang beriman, jauhilah kebanyakan dari
buruk sangka; sesungguhnya sebagian dari buruk sangka itu adalah dosa; dan
janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain; dan janganlah sebagian kamu
menggunjing sebagian yang lain”
Secara sederhana dapat dipahami bahwa
yang dimaksud buruk sangka adalah sifat kita yang menyangka orang lain berniat
atau berbuat tidak baik keapda diri kita sendiri. Buruk sangka terhadap orang
lain merupakan salah satu gangguan mental yang harus diobati, sesegera mungkin
kalau tidak, ia akan menimbulkan permusuhan dan perkelahian sesama teman atau
dengan orang lain.
Ahli psikologi mengatakan; bahwa
orang-orang yang dihinggapi penyakit buruk sangka selalu curiga terhadap
tingkah laku orang lain kepadanya. Orang yang mempunyai penyakit curiga
disebabkan oleh kesalahan dirinya sendiri, misalnya orang yang sering berbohong
akan beranggapan orang lain pun berbohong kepadanya.
Buruk sangka adalah penyakit jiwa
yang segera diobati dengan jalan selalu melakukan sifat terpuji, dan
menghilangkan rasa kecurigaan yang berlebihan kepada siapapun dalam pergaulan.
Buruk sangka mengakibatkan ketegangan
berhubungan antara kita dengan orang lain. Ketegangan yang terjadi terus
menerus akan mengakibatkan permusuhan. Permusuhan yang semakin besar dapat
menimbulkan kekacauan. Karena buruk sangka mengakibatkan kerugian dan
malapetaka dalam kehidupan. Allah melarang orang-orang beriman berburuk sangka
kepada sesama mukmin.
Agar kita tidak memiliki sifat buruk
sangka, maka dalam menghadapi kesalahan orang lain, hendaknya tidak menuduh
orang atau teman secara berlebihan.
6.
Serakah
Serakah adalah perbuatan yang tercela
dalam ajaran Islam, sebagaimana Allah berfirman dalam QS. At-Taubah (9) ayat 34
:
“Hai orang-orang
yang beriman, sesungguhnya kebanyakan dari pendeta-pendeta dan paderi-paderi
itu memakan harta manusia dengan cara bathil; dan mereka menghalangi manusia
dari jalan Allah. Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak tidak
menafkahkannya di jalan Allah, maka beritahukan kepada mereka akan ‘adzab yang
pedih.
Serakah adalah hasrat mengumpulkan
harta secara berlebih-lebihan tanpa
menghiraukan cara yang haram dan akibat yang merugikan orang lain.
Pada ayat di atas dijelaskan bahwa
kebanyakan para pendeta dan paderi sangat serakah dalam memiliki harta kekayaan
sehingga mereka berani menghalalkan dan mengharamkan sesuatu atas nama agama
guna mendapatkan kekayaan.
Manusia mempunyai naluri untuk cinta
pada harta yang banyak. Naluri seperti ini digambarkan oleh Rasulullah dalam sabdanya
:
“Seandainya anak
Adam (manusia) telah memiliki ternak (harta) yang memenuhi dua lembah, niscaya
ia masih mencari untuk yang ketiganya; dan tiada sesuatu pun yang dapat
memenuhi perut anak Adam, kecuali tanah; Allah mengampuni orang yang bertaubat
kepada-Nya.
Rasulullah menggambarkan bahwa
seseorang itu tidak akan pernah puas dengan rizki yang diterimanya dari Allah.
Orang yang serakah tidak segan-segan
berbuat curang dan ingkar janji demi kepentingan pribadi. Sifat serakah selalu
menimbulkan hasrat mengurangi hak orang lain dan membuat seseorang tega hati
merampas hak orang lain. Perbuatannya semacam ini menimbulkan permusuhan dan
ketidaktentraman di tengah masyarakat. Masyarakat yang dipenuhi oleh warganya
yang bersifat serakah akan terasa ada sifat bermusuhan, saling menjegal, dan
saling menghancurkan. Masyarakat semacam ini sudah tentu tidak dapat memperoleh
ketentraman dan rasa persaudaraan secara jujur dan ikhlas. Yang tumbuh pada
mereka adalah sikap saling menghancurkan, membinasakan, dan persaingan tidak
sehat.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam kehidupan sehari-hari kita
sering sekali menemui kedua sifat ini yaitu sifat terpuji dan sifat tercela.
Sifat terpuji adalah sifat yang baik dan patut untuk kita tiru dalam kehidupan
sehari-hari.
Sedangkan sifat tercela adalah sifat
yang tidak baik dan sifat yang harus dihindari. Penyebab kedua sifat ini adalah
karena faktor lingkungan disekitarnya.
3.2 Saran
Sebaiknya kita harus menerapkan sifat
terpuji dalam kehidupan kita dan menjauhi sifat tercela, karena sifat tercela
dapat merugikan diri sendiri. Allah SWT sangat menyayangi orang yang memiliki
sifat terpuji dan Allah SWT juga membenci orang yang memiliki sifat tercela.
Sesungguhnya Nabi Muhammad memiliki sifat terpuji yang baik dan tidak pernah memiliki
sifat tercela.
DAFTAR PUSTAKA
Mukhtar, Armen. 2007. Budi
Pekerti. Padang: Dinas Pendidikan Kota Padang.
Muthohar, Aries.
2006. Tata Krama. Surabaya: Balai
Pustaka.
0 Response to "Makalah Budi Pekerti Tentang Sifat Terpuji dan Tercela"
Posting Komentar