Makalah Tentang Kerajaan Banten (Kesultanan Banten)
KERAJAAN BANTEN (KESULTANAN BANTEN)
a.
Letak Kerajaan
Dasar-dasar Kerajaan Banten di
letakkan oleh Hasanuddin (putra Fatahillah) dan mencapai kejayaannya pada masa
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa. Perkembangan Kerajaan Banten yang demikian
pesat, tidak lepas dari posisi dan letaknya yang strategis di sekitar Selat
Sunda.
Secara geografis, Kerajaan Banten
terletak di daerah Jawa Barat bagian utara. Kerajaan Banten menjadi penguasa
jalur pelayaran dan perdagangan yang melalui Selat Sunda. Dengan posisi yang
strategis inilah, Kerajaan Banten berkembang menjadi sebuah kerajaan besar di
Jawa Barat dan bahkan menjadi saingan berat VOC (Belanda) yang berkedudukan di Batavia .
Pada tahun 1525, Sunan Gunung Jati
atau Syarif Hidayatullah dari Cirebon
meletakkan dasar-dasar pengembangan agama dan kerajaan Islam, serta perdagangan
di Banten. Setelah ia kembali dan menetap di Cirebon , Banten diserahkan kepada putranya,
yaitu Hasanuddin.
b.
Kehidupan Politik
Berkembangnya Kerajaan Banten, tidak
dapat dipisahkan dari peranan raja-raja yang pernah Kerajaan Banten.
1.
Raja Hasanuddin
Setelah Banten di Islamkan oleh
Fatahillah, daerah Banten diserahkan kepada putranya yang bernama Hasanuddin.
Ia memerintah Banten dari tahun 1552-1570 M. Ia meletakkan dasar-dasar
pemerintahan Kerajaan Banten dan mengangkat dirinya sebagai raja pertama. Pada
masa pemerintahannya, agama Islam dan kekuasaan Kerajaan Banten berkembang
cukup pesat.
Raja Hasanuddin, juga memperluas
wilayah kekuasaannya ke Lampung. Dengan menduduki daerah Lampung, Kerajaan
Banten merupakan penguasa tunggal jalur lalu lintas pelayaran perdagangan Selat
Sunda, sehingga setiap pedagang yang melewati Selat Sunda diwajibkan untuk
melakukan kegiatannya di Bandar Banten.
Hasanuddin menikah dengan putri dari
Demk dan kemudian dinobatkan sebagai Panembahan Banten pada tahun 1552. Pada
tahun 1568, saat terjadi perebutan kekuasaan dan peralihan kekuasaan ke Pajang.
Hasanuddin melepaskan diri dari kekuasaan Demak. Dengan demikian, Hasanuddin
merupakan pendiri dan sekaligus sebagai raja pertama Kerajaan Banten.
Di bawah pemerintahannya, Banten
berkembang dengan pesat dan banyak dikunjungi pedagang asing, baik dari wilayah
Nusantara maupun negeri lain, seperti Gujarat, Persia, Cina, Turki, Pegu
(selatan Myanmar), dan Keling. Para pedagang
asing tersebut kemudian membentuk perkampungan sesuai dengan asalnya.
Raja Hasanuddin kemudian kawin dengan
putri Raja Indrapura. Bahkan Raja Indrapura menyerahkan tanah Selebar yang
banyak menghasilkan lada kepadanya.
2.
Panembahan Yusuf
Setelah Raja Hasanuddin wafat tahun
1570 M, putranya yang bergelar Panembahan Yusuf menjadi raja Banten berikutnya.
Ia berupaya untuk memajukan pertanian dan pengairan. Ia juga berusaha untuk
memperluas wilayah kekuasaan kerajaannya. Langkah-langkah yang ditempuhnya
antara lain, merebut Pakuan pada tahun 1579 M. Dalam pertempuran tersebut, raja
Pakuan yang bernama Prabu Sedah tewas. Kerajaan Pajajaran yang merupakan
benteng terakhir kerajaan Hindu di Jawa Barat berhasil dikuasainya. Setelah 10
tahun memerintah, Panembahan Yusuf wafat akibat sakit keras yang dideritanya.
3.
Maulana Muhammad
Ketika Panembahan Yusuf sedang sakit,
saudaranya yang bernama Pangeran Jepara datang ke Banten. Ternyata Pangeran
Jepara yang dididik oleh Ratu Kali Nyamat ingin menduduki Kerajaan Banten.
Tetapi Mangkubumi Kerajaan Banten dan pejabat-pejabat lainnya tidak
menyetujuinya. Mereka mengangkat putra Panembahan Yusuf yang baru berumur
sembilan tahun bernama Maulana Muhammad menjadi raja Banten dengan gelar
Kanjeng Ratu Banten. Mangkubumi menjadi wali raja. Mangkubumi menjalankan
seluruh aktivitas pemerintahan kerajaan sampai rajanya siap memerintah.
Pada tahun 1596 M Kanjeng Ratu Banten
memimpin pasukan Kerajaan Banten untuk menyerang Palembang . Tujuannya untuk menduduki
bandar-bandar dagang yang terletak di tepi Selat Malaka agar bisa dijadikan
tempat untuk mengumpulkan lada dan hasil bumi lainnya di Sumatera. Palembang akan
dikuasainya, tetapi tidak berhasil, malah Kanjeng Ratu Banten tertembak dan
akhirnya wafat. Tahta kerajaan kemudian berpindah kepada putranya yang baru
berumur lima
bulan yang bernama Abu ‘Mufakir.
4.
Abu ‘Mufakir
Abu ‘Mufakir dibantu oleh wali
kerajaan yang bernama Jayanegara. Akan tetapi, ia sangat dipengaruhi oleh
pengasuh pangeran yang bernama Nyai Emban Ragkung.
Pada tahun 1596 M itu juga untuk
pertama kalinya orang Belanda tiba di Indonesia di bawah pimpinan
Cornelis de Houtman. Mereka berlabuh di pelabuhan Banten. Tujuan awal mereka
datang ke Indonesia
adalah untuk membeli rempah-rempah.
5.
Sultan Ageng Tirtayasa
Setelah Wafat, Abu’Mufakir digantikan
oleh putranya dengan gelar Sultan Abu’Ma’ali Ahmad Rahmatullah. Akan tetapi
berita tentang pemerintahan sultan ini tidak dapat diketahui dengan jelas.
Setelah Sultan Abu’Ma’ali wafat, ia digantikan oleh putranya yanmg bergelar
Sultan Ageng Tirtayasa. Ia memerintah Banten dari tahun 1651-1692 M.
Dibawah pemerintahan Sultan Ageng
Tirtayasa, Kerajaan Banten mencapai puncak kejayaannya. Sultan Ageng Tirtayasa
berupaya memperluas kerajaannya dan mengusir Belanda dari Batavia . Banten mendukung perlawanan Kerajaan
Mataram terhadap Belanda dari Batavia .
Kegagalan Kerajaan Mataram tidak mengurangi semangat Sultan Ageng untuk
mencapai cita-citanya.
Sultan Ageng Tirtayasa memajukan
aktivitas perdagangan agar dapat bersaing dengan Belanda di Batavia. Di samping
itu Sultan Ageng Tirtayasa memerintahkan kepada pasukan Kerajaan Banten untuk
mengadakan perompakan terhadap Belanda di Batavia, sedangkan perkembunan tebu
milik Belanda di sebelah barat Ciangke dirusak oleh orang-orang Banten. Gerakan
yang dilakukan oleh orang-orang Banten atas perintah Sultan Ageng Tirtayasa
membuat Belanda kewalahan menghadapinya.
Pada tahun 1671 M Sultan Ageng
Tirtayasa mengangkat putra mahkota menjadi raja pembantu dengan gelar Sultan
Abdul Kahar. Sejak saat itu Sultan Ageng Tirtayasa berstirahat di Tirtayasa,
tetapi ia tidak melepaskan pemerintahan seluruhnya. Pada tahun 1674 M, Sultan
Abdul Kahar berangkat ke Mekkah dan setelah mengunjungi Turki ia kembali ke
Banten (1676 M). Sejak saat itu ia lebih dikenal dengan sebutan Sultan Haji.
Ketika memerintah Kerajaan Banten,
Sultan Haji menjalin hubungan baik dengan Belanda. Ternyata hubungan ini
dijadikan kesempatan yang bagus oleh Belanda untuk memasuki Kerajaan Banten.
Melihat terjalinnya huungan antara Sultan Haji dengan Belanda, Sultan Ageng
Tirtayasa menarik kembali tahta kerajaan dari tangan dari tangan Sultan Haji.
Namun Sultan Haji tetap mempertahankan tahta kerajaannya, sehingga terjadi
perang saudara di Kerajaan Banten antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya
Sultan Haji yang mendapat bantuan Belanda. Sultan Ageng Tirtayasa berhasil
ditangkap dan dipenjarakan di Batavia
hingga wafat tahun 1692 M.
Kemenangan Sultan Haji merupakan
kehancuran Kerajaan Banten, karena selanjutnya Kerajaan Banten berada di bawah
pengawasan pihak Belanda. Dengan demikian, Sultan Haji hanyalah sebagai lambang
belaka (raja boneka) dalam pemerintahan Kerajaan Banten, karena seluruh
kekuasaan diatur oleh Belanda.
c.
Kehidupan Sosial
Sejak daerah Banten di Islamkan oleh
Sunan Gunung Jati, kehidupan sosial budaya masyarakatnya secara perlahan mulai
berdasarkan ajaran Islam. Bahkan, setelah Kerajaan Banten dapat menaklukkan
kerajaan Hindu Pajajaran, pengaruh Islam semakin berkembang di daerah
pedalaman. Mereka yang tidak mau menganut agama Islam menyingkir ke daerah
pedalaman, yaitu daerah Badui. Kepercayaan mereka disebut Pasundan Kawitan,
artinya Pasundan yang pertama. Mereka mempertahankan tradisi lama dan menolak
pengaruh luar yang baru.
Banyaknya pedagang asing di Banten, telah
menyebabkan berdirinya perkampungan menurut bangsa para pedagang tersebut.
Pperkampungan itu antara lain kampung Keling, kampung Arab, kampung Pekojan,
kampung Pecinan, kampung Melayu dan kampung Jawa. Ada juga kampung yang berdasarkan pekerjaan
atau fungsi penduduknya seperti kampung Pande (untuk para pandai), kampung
Panjunan (untuk pembuat barang pecah belah), dan kampung Kauman (untuk tempat
para ulama).
d.
Kehidupan Ekonomi
Kehidupan perekonomian Kerajaan
Banten bertumpu pada bidang perdagangan. Hal ini disebabkan hal sebagai berikut
:
Ø Kerajaan Banten terletak di Teluk Banten dan pelabuhannya memenuhi
syarat sebagai pelabuhan dagang yang baik.
Ø Kedudukan Kerajaan Banten sangat strategis di tepi Selat Sunda.
Aktivitas pelayaran dan perdagangan dari pedagang Islam semakin ramai di Selat
Sunda sejak Portugis menguasai Malaka.
Ø Banten memiliki bahan ekspor penting, yaitu lada sehingga menjadi
daya tarik yang kuat bagi pedagang asing.
Ø Jatuhnya Malaka ke tangan Portugis mendorong pedagang Islam mencari
daerah baru di Jawa Barat, yaitu Banten dan Cirebon .
Dengan kedudukan seperti itu,
Kerajaan Banten cepat berkembang dan maju sehingga dikunjungi oleh pedagang
asing, seperti pedagang Gujarat, Cina, Turki, Pegu, Keling, Portugis, dan
Belanda. Pasar tempat orang berjual beli barang ekspor terletak dekat
pelabuhan, sedangkan untuk keperluan penduduk terletak di tengah kota . Baranmg yang dijual
belikan sangat menarik perhatian bangsa Eropa.
e.
Kehidupan Budaya
Seperti kerajaan lainnya yang
mengandalkan perekonomiannya pada bidang pelayaran dan perdagangan, hasil
kebudayaan masyarakat Banten pun tidak banyak diketahui. Namun dalam bidang
seni bangunan, Kerajaan Banten meninggalkan bangunan Masjid Agung Banten yang
dibangun sekitar abad ke-16. Menara Masjid Agung Banten yang mirip mercusuar di
bangun oleh Hendrik Lucazoon Cardeel (orang Belanda pelarian dari Batavia yang masuk
Islam).
0 Response to "Makalah Tentang Kerajaan Banten (Kesultanan Banten)"
Posting Komentar