Masuknya Kekuasaan Asing Ke Indonesia dan Terbentuknya Kolonialisme Di Indonesia
Keberhasilan untuk menemukan rempah-rempah dari timur, mendorong
bangsa-bangsa Eropa tidak saja sekedar berdagang tetapi juga ingin menguasainya.
1.
Kedatangan bangsa asing ke Indonesia
Bangsa Portugis merupakan bangsa Eropa yang pertama datang ke
Indonesia yaitu pada tahun 1509 Portugis berhasil merebut dan menduduki Malaka
dari tangan Sultan Mahmud Syah pada tahun 1511. Kemudian pada tahun 1513
Portugis datang ke Maluku dan berhasil menjadi hubungan kerja sama dengan
kesultanan. Ternate dan bahkan menjadi sekutu bagi kerajaan Ternate .
Pada tahun 1521 Spanyol datang ke Maluku dan menjadi sekutu dari
kerajaan Tidore. Hal itulah menyebabkan terjadinya permusuhan antara Portugis
dan Spanyol. Oleh Portugis, Spanyol dianggap melanggar perjanjian tordesillas
dan pada tahun 1534 diadakan, perjanjian “saragosa”
yang menetapkan bahwa Maluku, sebagai kekuasaan Portugis.
2.
Kolonialisme dan imperialisme kuno
di Indonesia .
a.
Maluku
Dengan adanya perjanjian saragosa, Portugis menjadi
penguasa tunggal di Maluku dengan melakukan monopoli dalam berbagai bidang.
Para masa pemerintahan Sultan Hairun bersama-sama rakyat Ternate mengadakan
perlawanan untuk mengusir Portugis dari Ternate .
Karena Sultan Hairun meninggal, maka perlawanan dilanjutkan putranya yaitu
Sultan Baabullah yang berhasil mengusir Portugis dari Ternate dan Maluku Utara
pada tahun 1575.
Selain bangsa Portugis, bangsa Belanda pun akhirnya
menjadi penguasa tunggal di Maluku, tetapi juga mendapat perlawanan dari rakyat
Maluku seperti dipimpin oleh Kakiali, Telukbesi dan Saidi, karena
perlawanan-perlawanan tersebut hanya sparadis maka perlawanan itu dapat
dipadamkan dengan mudah oleh Belanda.
b.
Banten
Pada tahun 1596 Belanda dibawah Cornellis De Houtmant
berhasil mendarat di Banten dan oleh Sultan Banten, Belanda diizinkan
mengadakan perdagangan dan mendirikan kantor dagang di Banten. Kemudian pada
tahun 1602 pedagang-pedagang Belanda membentuk persekutuan perdagangan yang
bernama “Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC)” dengan tujuan menghindari
terjadinya persaingan antara sesama pedagang Belanda maupun bangsa Eropa
lainnya.
VOC dibawah Jean Pieter Sooncoen pada tahun 1619
memindahkan pusat VOC dari Banten ke Jayakarta yang kemudian menyebabkan
timbulnya perlawanan rakyat Banten yang dipimpin Sultan Ageng Tirtoyoso. Dengan
politik adu domba antara Sultan Ageng Tirtoyoso dengan Sultan Haji,
mengakibatkan Banten jatuh ke tangan VOC pada tahun 1682 dan VOC memaksa Sultan
Haji untuk menandatangani perjanjian yang isinya.
1.
Bangsa asing terutama bangsa
Inggris dilarang berniaga di Banten.
2.
Belanda mendapatkan hak
monopoli perdagangan di Banten.
c.
Mataram
Sultan Agung Hanyokrokusumo berusaha untuk mempersatukan
Jawa dibawah kekuasaannya. Namun usaha itu menghadapi kendala yaitu kekuasaan
VOC di Batavia. Maka Sultan Agung mengadakan penyerangan terhadap VOC di
Batavia sebanyak dua kali (1628 dan 1629) tetapi mengalami kegagalan. Setelah
Sultan Agung wafat digantikan oleh putranya yaitu Amangkurat I yang politiknya
sangat berbeda dengan Sultan Agung karena Amangkurat I mau menandatangani
perjanjian dengan VOC yaitu berisi :
1.
VOC boleh berdagang bebas
diseluruh mataran dan bebas di kewajiban membayar pajak.
2.
Karawang dan sebagian daerah
Priangan diserahkan kepada VOC.
3.
Semarang dan
sekitarnya diserahkan kepada VOC.
4.
Semua daerah pantai utara Jawa
diserahkan kepada VOC.
Maka dengan adanya perjanjian tersebut wilayah Mataram semakin
sempit dan secara tidak langsung Mataram jatuh ke tangan VOC.
d.
Makasar
Sebagai negara maritim yang mengutamakan perdagangan,
pelayaran Makasar tergantung pada perdagangan rempah-rempah, akan tetapi sejak
VOC melakukan monopoli perdagangannya. Makasar mengalami kemunduran. Oleh sebab
itu, rakyat menentang monopoli VOC dengan cara :
1.
Kapal-kapal Makasar banyak yang
dikirim ke Maluku untuk membeli rempah-rempah dan memasukkan kebutuhan rakyat
sehari-hari.
2.
Makasar membantu rakyat Maluku
yang sedang melawan VOC.
3.
Makasar menjual
rempah-rempahnya kepada pedagang-pedagang bangsa Eropa lainnya.
Keberanian Makasar dalam menentang monopoli sangat
mencemaskan kedudukan VOC di Maluku. Oleh sebab itu, pertentangan Makasar-VOC
semakin meruncing dan akhirnya menimbulkan peperangan. Makasar mengadakan
perlawanan dengan gigih di bawah pimpinan Sultan Hasanuddin. Sedangkan VOC
bersama-sama aru palaka, raja bone serentak menyerang Makasar, pertahanan
Makasar hancur dan pada akhirnya menyerah kalah dan pada tahun 1667 Sultan
Hasanuddin menandatangani perjanjian Bongaya yang isinya :
1.
Makasar harus menyerahkan
haknya atas daerah-daerah jajahannya.
2.
Makasar mengakui monopoli VOC.
3.
Di Makasar didirikan benteng
VOC.
4.
Pelayanan dan perdagangan orang
Makasar harus mendapat izin VOC.
e.
Kerajaan Aceh
Sejak pemerintah Ali Mughayat Syah (1514-1528) telah
timbul permusuhan antara aceh dengan Malaka dibawah kekuasaan Portugis.
Perjuangan menghadapi orang-orang Portugis itu mencapai puncaknya ketika Aceh
dibawah pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636) beliau bertekad merebut
malaka dari tangan Portugis meskipun mengalami kegagalan.
3.
Terbentuknya Pemerintahan Kolonial
Hindia Belanda
Untuk meningkatkan keuntungan mulai awal abad ke-18 VOC
melakukan eksploitasi agraris, dari kegiatan ini banyak pegawai VOC yang
melakukan korupsi. Hal ini mengakibatkan keuntungan VOC semakin merosot dan
bahkan VOC terancam kebangkrutan yang disebabkan oleh :
- Adanya korupsi dari pagawai-pegawai VOC.
- Biaya perang yang tinggi
- Persaingan perdagangan yang ketat
- Pegawai-pegawai VOC banyak yang tidak cakap.
Bersamaan dengan merosotnya VOC Eropa terjadi revolusi
Prancis. Prancis di bawah Napoleon tumbuh menjadi negara yang besar dan kuat
dan menguasai negara-negara tetangganya termasuk Belanda kecuali Inggris.
Sehingga Belanda merasa khawatir akan kedudukan VOC di Indonesia terhadap
serbuan Inggris dari India, maka pada tanggal 31 Desember 1799 VOC dibubarkan.
Dengan dibubarkannya VOC, maka mulai tanggal 1 Januari
1800 Indonesia langsung dibawah pemerintahan kerajaan Belanda.
4.
Sistem Sewa Tanah
Pada abad ke-18 pedagang Inggris banyak melakukan
aktivitas perdagangannya ke Indonesia, maka kedatangan EIC (Inggris) merupakan
saingan VOC (Belanda). Pusat EIC di Culcuta India, dari sinilah Inggris
meluaskan wilayahnya ke Asia Tenggara, sejak Belanda jatuh ke tangan Prancis,
maka Inggris di India merupakan ancaman Belanda di Indonesia. Lord Minto sebagai
gubernur jendral memerintahkan untuk merebut kekuasaan Belanda di Indonesia.
Maka pada tahun 1811 melalui kapitulasi tentang seluruh kekuasaan Belanda atas
wilayah Indonesia berhasil direbutnya dan mengangkat Thomas Stamford Raffles
sebagai penguasa atas wilayah Indonesia dengan pangkat Letnan Jendral.
Pada pemerintahannya (1811-1816) Rafles mencoba
melaksanakan kebijaksanaan sebagai berikut :
- Menghapus segala bentuk penyerahan wajib dan kerja paksa, rakyat diberi kebbasan untuk menanam tanahnya dengan tanaman yang menguntungkan.
- Mengadakan pergantian sistem pemerintahan yang semula dilaksanakan oleh penguasa pribumi dengan sistem kolonial yang bercorak barat.
- Rafles menganggap bahwa pemerintah kolonial adalah pemilik semua tanah yang ada di daerah jajahan, oleh karena itu bahwa yang menggarap sawah/tanah adalah penyewa dari tanah pemerintah. Oleh sebab itu para petani mempunyai kewajiban membayar sewa tanah atas pemakaian tanah pemerintah oleh penduduk.
0 Response to "Masuknya Kekuasaan Asing Ke Indonesia dan Terbentuknya Kolonialisme Di Indonesia"
Posting Komentar