-->

Sejarah Perang Padri (Contoh Makalah)


SEJARAH PERANG PADRI

Sejarah Perang Padri (Contoh Makalah)

Pada awalnya Gerakan Padri adalah gerakan yang memurnikan ajaran Islam di wilayah Sumatera Barat. Haji Miskin sebagai pelopor dalam gerakan ini berusaha untuk meluruskan penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan di wilayah itu. Semakin hari pengikut Haji Miskin semakin banyak. Seperti Tuanku Nan Tua (seorang tokoh yang sangat besar pengaruh diantara kaum padri lainnya, disamping itu dia juga mendapat pendidikan damai dan modern).
Tokoh-tokoh yang lainnya yaitu Tuanku Masiangan, Tuanku Nan Race, Datuak Bandaro, Malin Busa dikenal dengan Tuanku Imam Bonjol. Namun gerakan itu mendapat tantangan dari kaum adat.
1.      Sebab-sebab Perang Padri
Di dalam Islam, masalah kekerabatan yang berhubungan dengan warisan sebenarnya harus bersifat patrilineal sedangkan yang berlaku di Minang adalah Matrilineal (warisan lama yaitu yang menerima warisan adalah kaum ibu). Masyarakat harus hidup sederhana dan menjauhkan diri dari kesenanagn duniawi.
Ketika pada tahun 1821 pertentangan antara kaum Padri dengan Raja semakin meruncing. Kaum padri tidak berhasil menyelesaikan pertikaian dengan jalan damai sehingga melakukan kekerasan.

2.      Jalannya Perang Padri
Raja diundang ke Pasaman ke Kota Tengah untuk diajak berunding, Tuanku Pasaman adalah seorang tokoh kaum padri yang beraliran radikal.
Dalam perundingan terjadi kegagalan untuk mencapai kata sepakat, sehingga Tuanku Pasaman mengambil tekad untuk memusnahkan raja, beserta seluruh pengikutnya. Tuanku Pasaman menuduh bahwa raja suka melanggar ajaran Islam oleh karena itu seluruh yang hadir dibuh oleh kaum Padri.

3.      Periode Pertama (1821-1825)
Pada periode ini Belanda mengirim tentara Batavia dibawah pimpinan Kolonel Raf. Serangan itu berhasil merebut Batusangkar (Pagaruyung) dan langsung mendirikan benteng yang bernama (Fort Van Der Pellen) Gubernur Jendral di Indonesia saat itu dengan demikian Belanda sudah mempunyai basis kekuatan di dalam menghadapi kaum Padri.
Namun pada tahun 1825 di Pulau Jawa terjadi perlawanan Diponegoro yang memecahkan perhatian Belanda menjadi dua arah yaitu Jawa dan Sumatera.

4.      Periode Kedua (1825-1830)
Kedua belah pihak selalu menjaga diri sebaik-baiknya dan selalu siap apabila terjadi peperangan yang tidak diharapkan. Walaupun isi perjanjian matang sekurang-kurangnya merupakan jaminan untuk tidak mengadakan perang dalam waktu singkat. Namun suasana tetap tegang (perang dingin). Perjanjian matang (1825).

5.      Periode Ketiga (1830-1837)
Setelah perlawanan Diponegoro usai keadaan di Sumatera Barat sangat berubah yaitu terjadi pertempuran. Pertempuran tidak bisa dihindari lagi. Naskah perjanjian masang dirobek-robek oleh Belanda. Belanda menuduh kaum padri tidak setia terhadap perjanjian masang.
Pada tahun 1831 Letnan Kolonel Elaut datang dengan pasukannya untuk melawan kaum Padri yang sangat kuat. Kemudian datang pula Mayor Micheals dengan tugas pokok menundukkan ketingan dekat tiku yang merupakan pusat kekuatan kaum padri.
Usaha Belanda ini berhasil dan setahun kemudian Santot Ali Basa Prawiradjadiradja (bekas panglima Dipenogoro) dikirim ke Sumatera Barat.

6.      Akhir Perang Padri
Kekuatan Belanda sudah ada di Sumatera Barat untuk menundukkan kaum padri, kota Bonjol dikuasai pertama kalinya. Ini bukan kaum padri sudah menyerah.
Namun pada tahun 1831 terjadi persatuan anatara kaum adat dengan kaum padri dan pada tahun 1833 secara serentak mengadakan serangan serentak ke kota Bonjol sehingga membuat Belanda kalang kabut. Letkol Elaut sebagai pemimpin pasukan Belanda mengambil kebijakan bahwa prajurit-prajurit yang sangat baik hati untuk dapat mengadakan hubungan  dan menarik simpati dari rakyat kaum padri.
Tetapi Sentot yang ditugaskan untuk menarik simpatik ternyata berhubungan dengan kaum padri. Gerak gerik Sentot menimbulkan curiga dikalangan Belanda. Kemudian ia dipanggil ke Batavia untuk ditahan dan diasingkan ke Bengkulu serta wafat disana 1855.
Pada tahun 1837 Belanda dibawah pimpinan Cochius dan Mischeals berhasil menduduki basis kekuatan kaum padri di kota Bonjol, Imam Bonjol sebagai pemimpin kaum padri yang terakhir hanya dapat ditahan tahun 1837. Ketika Belanda mengajak berunding ia ditipu dan kemudian ditangkap. Selanjutnya dibawa ke Batavia dan kemudian ke Minahasa. Sampai meninggal di kampung kita pada tahun 1864 dalam usia 92 tahun. Dengan berakhirnya perang padri pada tahun 1837, seluruh Sumatera Barat jatuh ke tangan Belanda.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Sejarah Perang Padri (Contoh Makalah)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel