-->

Sumber Adat Minangkabau (Contoh Makalah)


SUMBER ADAT MINANGKABAU

Sumber Adat Minangkabau


A.    Alam Sebagai Falsafah Adat
a.      Alam Takambang Jadi Guru
Alam bagi orang Minangkabau mengandung makna yang mendalam. Alam dengan segala bentuknya, sifatnya, serta kejadian yang ada di dalamnya dapat dijadikan sebagai pedoman, ajaran, dan guru. Oleh karena itu, orang Minangkabau menyebutnya “alam takambang jadi guru”.
Alam sebagai ajaran dan pandangan (falsafah) hidup digunakan dalam kata-kata. Kata-kata itu menjadi pedoman bagi manusia dalam berbuat, bertindak, dan berperilaku. Orang Minangkabau memilih bentuk, sifat, dan kehidupan alam sebagai dasar untuk merumuskan petatah, petitih, dan mamangan. Kata-kata yang diambil dari alam itu dijadikannya sebagai hukum, peraturan, dan ketentuan adat. Ketentuan itu mereka tetapkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal itulah yang kemudian mereka namakan sebagai ajaran Minangkabau.
Diungkapkannya di dalam kata pusaka (kato pusako) sebagai berikut :
Panukiak pisau si rauik,
Ambiak galah batang lintabuang,
Silodang ambiak ka nyiru,
Satitiak jadikan lauik,
Sakapa jadikan gunuang,
Alam takambang jadi guru.
(Penakik pisau si raut,
Ambil galah batang lintabung,
Selodang ambil ke nyiru,
Setitik jadikan laut,
Sekepal jadikan gunung,
Alam terkembang jadikan guru.
Ada dua sifat alam yang paling mendasar. Pertama alam yang bersifat tetap, yaitu alam yang tidak pernah berubah sejak dulu sampai kini. Bentuk, sifat, dan kehidupan alam yang tidak dapat berubah itu dijadikan masyarakat Minangkabau sebagai dasar atau landasan rumusan adatnya, yakni adat yang berbuhul mati (adat babuhua mati).
Kedua, alam yang tidak tetap, yakni alam yang dapat berubah sesuai dengan kodratnya. Ia dapat berubah oleh keadaan, oleh situasi dan oleh cuaca. Alam yang dapat berubah itu dijadikan sebagai dasar untuk merumuskan adatnya, yakni adat berbuhul sentak (adat babuhua sintak). Hal itulah yang kemudian dijadikan sebagai falsafah “alam takambang jadi guru”.

b.      Alam Sebagai Sumber Kehidupan
Alam sebagai tempat hidup dan sumber kehidupan mereka memanfaatkan seoptimal mungkin. Tidak satupun yang ada di alam ini yang tidak berguna bagi mereka. Hutan, sungai, tanah, dan laut misalnya, mereka manfaatkan sebagai modal (aset) ekonomi untuk kesejahteraan. Hal itu diungkapkan dalam kata pusaka (kato pusako):
Nan lunak ditanam baniah,
Nan kareh dibuek ladang,
Nan bancah palapeh itiak,
Ganangan ka tabek ikan,
Bukik batu ka tambang ameh,
Padang laweh bakeh taranak

Ka rimbo babungo kayu,
Ka sungai babungo pasie,
Ka lauik babungo karang,
Ka sawah babungo padi,
Ka tambang babungo ameh.
(Yang lunak ditanami benih,
Yang keras dibuat ladang,
Yang rawa dilepas itik,
Genangan untuk kolam ikan,
Bukit batu untuk tambang emas,
Padang luas untuk beternak,

Ke hutan berbunga kayu,
Ke sungai berbunga pasir,
Ke laut berbunga karang,
Ke sawah berbunga padi,
Ke tambang berbunga emas)
Dari ungkapan kata pusaka itu terlihat, orang Minangkabau selain mengandalkan kehidupan agraris (pertanian, peternakan, dan perikanan) juga telah mengenal pertambangan. Sebagai masyarakat agraris, mereka memanfaatkan alam untuk bertani, beternak, dan memelihara ikan. Sebagai masyarakat yang telah mengenal perindustrian, mereka telah mengungkapkan istilah “tambang” untuk memenuhi kebutuhannya.
Berdasarkan uraian materi di atas, dapat disimpulkan, arti alam bagi orang Minangkabau. Alam mereka jadikan sebagai guru, sebagai landasan untuk merumuskan, dan menyusun ajaran adat. Kemudian, alam merupakan sumber hidup dan kehidupan bagi mereka. Dari pemberian dan hasil alam itu mereka mengujudkan kesejahteraannya. Sumber daya alam mereka manfaatkan untuk memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Itulah arti alam bagi masyarakat Minangkabau.

B.     Ajaran Islam Sebagai Penyempurna Adat
Agama Islam masuk ke Minangkabau cukup mendapat tempat bagi masyarakat di Minangkabau, karena adat di Minangkabau tersebut tidak bertentangan dengan agama islam, malahan amat kuat kedudukannya. Adat Minangkabau itu memang dahulu datangnya di Minangkabau dari kedatangan agama Islam. Adat Minangkabau awalnya cenderung berpedoman pada ketentuan-ketentuan dalam alam, maka falsafah adat Minangkabau dengan sendirinya hanya baru sampai pada alam yang nyata. Alam ghaib, alam ahirat belum sanggup dicapai. Sebagai bagaimana contoh
Gajah mati meninggalkan gading
Harimau mati meningalkan belang
Manusia mati meninggalkan nama
Sebelum agama Islam masuk ke Minangkabau, didalam adat Minangkabau telah dibuat peraturan oleh Datuak Parpatih Nan Sabatang dan Datuak Katumanggungan tentang penyelenggaraan jenazah. Kalau seseorang meninggal dunia, perlu dikuburkan dengan segera pada tempat yang telah ditentukan untuk masing-masing kelompok atau suku. Namun ketika itu adat belum mengenal aturan bahwa itu belum wajib dimandikan, dikafani, dan disembahyangkan. Setelah agama Islam dianut oleh orang Minangkahau, aturan kematian ini disempurnakan oleh agama Islam yakni si mayat harus dimandikan, dikafani dengan kain putih, dan disembahyangkan.
Disisi lain masuknya agama Islam di Minangkabau memberikan kesempurnaan terutama dibidang keyakinan tentang rukun iman, rukun Islam dan lain sebagainya. Karena adat Minangkabau sebelum agama Islam masuk hanya mengenal hal-hal yang nyata saja dengan kenyataan alam pula. Jadi adat Minangkabau tidak bertentangan dengan ajaran islam yang merupakan agama yang paling sempurna di bumi ini. Berdasarkan inilah suatu keakraban ini terlihat antara adat Minangkabau dengan agama islam, sehingga menjadi panduan bagi adat Minangkabau, seperti yang terdapat dalam ungkapan adat di bawah ini.
Adat basandi syarak
Syarak basandi kitabullah
Syarak mangato adat mamakai
C.    Adat Bersendi Syarak, Syarak Bersendi Kitabullah (ABS, SBK)
Penyesuaian adat istiadat setelah adanya kesepakatan dalam Piagam Bukit Marapalam adalah ketentuan adat yang sudah ada yang tidak sesuai dengan ajaran Islam seperti berjudi, meminum minuman yang memabukkan, minuman keras, menyabung ayam dan sebagainya dikeluarkan dari ketentuan adat istiadat. Adat istiadat yang tidak bertentangan dan sejalan dengan ajaran agama Islam tetap berlaku dan dinamakan adat nan sabana adat (adat yang sebenarnya adat). Adat yang sebenarnya adat inilah yang kita warisi sejak adanya Piagam Bukit Marapalam sampai sekarang ini dan ke depan sebagai etnis Minangkabau yang beragama Islam.
Konsekuensi berikutnya dengan adanya kesepakatan Piagam Bukit Marapalam adalah berubahnya tungku tiga sajarangan dalam adat yang semula anggo tanggo adat, raso jo pareso, alur dan patut menjadi anggo adat, raso jo pareso dan kitabullah/Al-Qur’an. Perubahannya adalah “Alam terkembang jadi guru” berganti dengan “Kitabullah”. Perubahan inilah yang menjadikan etnis Minangkabau dulu menjadi penyebar agama Islam di Nusantara dan bayaknya orang Minang yang menjadi pahlawan Nasional, sebagai pejuang-pejuang republik semasa zaman penjajahan Belanda dan Jepang, dan beberapa orang diantaranya bergelar Datuk, yakni sebagai pemimpin suku dalam kaumnya. Mr. Moh. Natsir Dt. Sinaro Panjang, Ibrahim Datuk Tan Malaka, Dr. Hamka Dt. Indomo, dll.
Dengan hadirnya adat ini menambah struktur adat Minangkabau yang kita warisi sekarang ini menjadi empat, yakni :
  1. Adat yang diadatkan.
  2. Adat yang teradat.
  3. Adat istiadat.
  4. Adat yang sebenarnya adat.
Keempat struktur adat Minangkabau yang kita warisi semenjak abad ke-19 yang lalu adalah merupakan kekayaan immateriel orang Minangkabau dalam memasuki abad modern sekarang ini bila tetap mempertahankan adatnya matrilineal. Ungkapan ini adalah sangat beralasan, mengingat dengan ABS, SBK telah menjadi filosofi orang Minangkabau, sehingga penyusunan adat Minangkabau ke depan oleh para pemangku adat di nagari-nagari (ampek jinih) sudah akan mengacu keapda Al-Qur’an dan hadis Nabi Besar Muhammad SAW dalam menjalani kehidupan yang berbudi luhur dan akhlak mulia, sesuai dengan kebutuhan perkembangan abad modern di masa yang akan datang.
Kecendrungan sistem pendidikan dunia sekarang yang menerapkan ISEQ kepada anak didik, yakni Intelektual (I), Emosional (E), Spritual (S), dan Kecerdasan (Quotien), telah dimulai oleh orang Minangkabau sejak abad ke-19 yang lalu yakni dengan Piagam Bukit Marapalam yang melengkapi adat Minangkabau. Dengan masuknya pengaruh agama Islam ke dalam adat Minangkabau yakni Kitabullah/Al-Qur’an sebagai sumber Spritual Quotien. Dalam adat Minangkabau yang ada semula adalah (1) akal yang menjelma mejadi pikiran dalam otak (intelektual), (2) hati yang melairkan perasaan / emosional perpaduan akal dan perasaan melahirkan “budi”. Dengan adanya ABS, SBK lengkaplah di ranah Minang pelaksanaan IESQ sejak abad ke-19 yang lalu. “Alam terkembang jadi guru” berganti dengan Kitabullah sehingga tungku tiga sejarangan adat sekarang menjadi anggo tanggo adat, raso jo pasero, dan kitabullah; yang seharusnya ada dalam diri seseorang beretnis Minangkabau.
Bersandingnya adat Minangkabau dengan Al-Qur’an yang populer sekarang dengan ABS, SBK, menjadi filosofi etnis Minangkabau, sedangkan Al-Qur’an akan berlaku sepanjang zaman sesuai dengan janji Allah SWT, Al-Qur’an Surat Al-Hijr ayat 9 berbunyi, “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya”. Ayat ini memberikan jaminan tentang kesucian dan kemurnian Al-Qur’an selama-lamanya.
Pada abad ke-21 ini ditemukan buktinya sebagaimana tulisan H. Mas’oed Abidin pada Harian Haluan Minggu tanggal 12 Juli 2012, bertepatan dengan 24 Ramadhan 1433 Hijrah pada halaman 1 dengan judul “Keajaiban Wahyu Al-Qur’an”, bahwa beberapa salinan Al-Qur’an berumur ribuan tahun ditemukan pada sebuah museum di Turki dan Rusia. Ternyata telah berumur sekitar 1400 tahun. Masing-masing salinan Al-Qur’an itu sama persis dengan yang ada sekarang ini. sebuah bukti bahwa Al-Qur’an adalah sebuah Kitab (naskah) otentik yang terjaga rapi dan sempurna. Ketika seorang membaca ayat Al-Qur’an yang diturunkan lebih dari 1400 tahun yang lalu, pastilah akan terkesima memikirkan tentang gagasan umum di saat 14 abad (yang lalu) itu betapa rincinya Al-Qur’an menjelaskan ayatnya, sebagaimana diungkapkan dalam Al-Qur’an Surat Fhusshilat ayat 53 yang berbunyi, “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk (kaki langit) dan pada diri mereka sendiri sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagimu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?”.
Berdasarkan kenyataan ini dengan bergabungnya adat Minangkabau menjadi ABS, SBK maka keluarlah pepatah adat yang mengatakan “Indak lakang dek paneh, indak lapuak dek ujan”. (Tidak lekang oleh panas, tidak lipur oleh hujan). Dengan dasar bahwa adat istiadat yang sudah dibersihkan/ sesuai dengan ajaaran Islam yang kita warisi sekarang ini yang bernama Adat yang Sebenarnya Adat dan penyusunan adat istiadat selanjutnya yang harus sesuai dengan ajaran agama Islam, ini berarti adat Minangkabau akan berjaya di zaman modern yang akan datang.

Kesimpulan
Pada awalnya falsafah adat Minangkabau itu bersumberkan pada alam. Sesuai dengan falsafah Alam Takambang Jadi Guru. Karena pada awalnya nenek moyang orang Minangkabau melandasi hidupnya pada ketentuan dari alam. Nenek moyang orang Minangkabau memandang bahwa kenyataan yang terdapat pada alam itu bisa menjadi pegangan hidupnya.
Namun setelah agama Islam masuk ke Minangkabau, adat Minangkabau yang cenderung berpedoman keapda ketentuan dalam alam, telah memberikan pengaruh yang besar terhadap falsafah adat ini, sehingga terlihatlah suatu keakraban atau kepadanan antara adat Minangkabau dengan agama Islam, pada akhirnya berubahlah falsafah adat Minangkabau ini menjadi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah.

DAFTAR PUSTAKA


Zulkarnaini. Budaya Alam Minangkabau. Bukittinggi: Usaha Iklas. 1995.

Zulkarnaini. Lintasan Budaya dan Adat Minangkabau. Jakarta: Kartika Insan Lestari. 2003.

Musyair Zainuddin.  Minangkabau dan Adatnya. Yogyakarta: Penerbit Ombak. 2013.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Sumber Adat Minangkabau (Contoh Makalah)"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel