-->

Pengaruh Aliran Klasik Terhadap Pemikiran dan Praktek Pendidikan Di Indonesia


PENGARUH ALIRAN KLASIK TERHADAP PEMIKIRAN DAN PRAKTEK PENDIDIKAN DI INDONESIA
Pengaruh Aliran Klasik Terhadap Pemikiran dan Praktek Pendidikan Di Indonesia


Aliran pendidikan klasik mulai dikenal di Indonesia melalui upaya pendidikan, utamanya persekolahan dari penguasa penjajah Belanda yang disusul oleh orang Indonesia yang belajar di negeri Belanda pada masa penjajahan. Sebelum masa itu, pendidikan di Indonesia terutama oleh keluarga dan masyarakat.
Khusus dalam latar persekolahan, kini terdapat sejumlah pendapat yang lebih menginginkan agar peserta didik lebih ditempatkan pada posisi yang seharusnya, yakni sebagai manusia yang bisa dididik tetapi juga dapat mendidik dirinya sendiri. Hubungan pendidik dan peserta didik sebaiknya adalah hubungan yang setara antara dua pribadi (Raka Joni, 1983: 29).
Cita-cita pendidikan seumur hidup diwujudkan melalui belajar seumur hidup. Hubungan tersebut sesuai dengan asas “Ing ngarso sung tulodo, ing madya mangun karso, dan tutwuri handayani” dalam kegiatan belajar mengajar.

A.    Gerakan Baru Dalam Pendidikan
Beberapa gerakan baru memusatkan diri pada perbaikan dan peningkatan kualitas kegiatan belajar-mengajar pada sistem persekolahan.
1.      Pengajaran Alam Sekitar
Dasar pemikiran yang terkandung di dalam pengajaran alam sekitar adalah peserta didik akan mendapat kecakapan dan kesanggupan baru dalam menghadapi dunia kenyataan. Penjelajahan seseorang dalam menemukan hal-hal baru, baik untuk pengetahuan, olah raga, maupun rekreasi menjadi program pendidikan alam sekitar dipandang sangat penting. Melalui penjelajahan yang dilakukan, maka sekarang peserta didik akan menghayati secara langsung tentang keadaan alam sekitar. Pendidikan alam sekitar ini mudah dilaksanakan disegala jenjang pendidikan.
Perintis gerakan ini antara lain FR.A.Finger (1808-1888) di Jerman dengan gerakan Heimatkunde (pengajaran alam sekitar) yang memiliki beberapa prinsip antara lain :
a.       Dengan pengajar alam sekitar ini guru dapat memperagakan secara langsung.
b.      Pengajaran alam sekitar memberikan kesempatan sebanyak-banyaknya agar anak aktif.
c.       Pengajaran alam sekitar memungkinkan untuk memberikan pengajaran totalitas dengan ciri-ciri sebagai berikut :
-          Suatu pengajaran yang tidak mengenal pembagian mata pelajaran.
-          Suatu pengajaran menarik minat.
-          Suatu pengajaran yang memungkinkan segala bahan pengajaran itu berhubungan satu sama lain.
d.      Pengajaran alam sekitar memberikan apersepsi emosional, karena alam sekitar mempunyai ikatan emosional dengan anak.

Sedangkan J. Ligthart mengemukakan sebagai berikut :
a.       Anak harus mengetahui barangnya terlebih dahulu sebelum mendengar namanya.
b.      Haruslah diadakan perjalanan memasuki hidup senyatanya kesemua jurusan agar murid paham akan hubungan bermacam-macam lapangan dalam hidupnya (pengajaran alam sekitar).

Dengan memanfaatkan alam sekitar sebagai sumber belajar, anak akan lebih menghargai, mencintai dan melestarikan lingkungan.
Langkah-langkah pokok pengajaran alam sekitar
a.       Menetapkan tujuan yang harus diperhatikan ialah kemampuan dan tingkat perkembangan anak.
b.      Persiapan perlu dilakukan, baik persiapan guru maupun persiapan murid.
c.       Jika langkah persiapan telah ditangani denganbaik, pelaksanaan pengamatan biasanya dapat berjalan dengan lancar.
d.      Langkahan pengolahan tidak harus dilakukan diluar proses kegiatan pengamatan itu sendiri.

Keuntungan pengajaran alam sekitar
a.       Anak-anak selalu didorong dan dirangsang tidak hanya menghafal kata-kata, melainkan memiliki pengertian yang didukung oleh kenyataan yang terdapat dilingkungan.
b.      Objek alam sekitar akan dapat membangkitkan perhatian spontan dari anak-anak yang akan mendorongnya melakukan kegiatan dengan sepenuh hati.
c.       Anak-anak selalu didorong untuk aktif dan kreatif.
d.      Bahan-bahan yang diajarkan dapat mempunyai nilai praktis bagi anak-anak mereka yang dipelajari adalah yang mereka jumpai sehari-hari.
e.       Dengan pengajaran alam sekitar anak-anak didorong dan dirangsang, untuk mengenal, mengerti, dan mencintai.

2.      Pengajaran Pusat Perhatian (Centres D’interst)
Pengajaran pusat perhatian dirintis oleh Ovide Decorly (1871-1932) dari Belgia. Pendidikan menurut Decorly berdasarkan pada semboyan : Ecole pour la vie, par la vie (sekolah untuk hidup dan oleh hidup). Anak harus dididik untuk dapat hidup dalam masyarakat dan dipersiapkan dalam masyarakat, anak harus diarahkan kepada pembentukan individu dan anggota masyarakat. Oleh karena itu anak harus mempunyai pengetahuan terhadap diri sendiri (tentang hasrat/cita-cita) dan pengetahuan tentang dunianya (lingkungannya, tempat hidup dihari depannya).
Decorly mencari dan menyelidiki naluri anak dalam pertumbuhan. Naluri yang perlu didapatkan adalah naluri untuk mempertahankan diri, untuk makan, bermain dan bekerja dan meniru.
Dua pendapat yang sangat berguna bagi pendidikan dan pengajaran yang khas dari Decorly, yaitu :
a.       Metode Global (Keseluruhan)
Dari hasil yang didapat dari observasi dan tes, dapatlah ia menetapkan bahwa anak-anak mengamati dan mengingat secara global (keseluruhan).
b.      Centre D’interst (Pusat-pusat Minat)
Dari penyelidikan psikologi, ia menetapkan bahwa anak-anak mempunyai minat yang spontan (Sewajarnya).

Berangkat dari naluri tersebut selanjutnya disusun pusat perhatian seperti: untuk makan, untuk berlindung, mempertahankan diri terhadap musuh, dan untuk bekerja.

Asas-asas pengajaran pusat perhatian yaitu :
1)       Pengajaran didasarkan atas kebutuhan anak dalam hidup dan perkembangannya.
2)       Setiap bahan pengajaran harus merupakan suatu keseluruhan.
3)       Hubungan keseluruhan antara bagian itu adalah hubungan simbiosis yaitu hubungan saling membutuhkan.
4)       Anak didorong dan dirangsang untuk selalu aktif dan dididik untuk menjadi anggota masyarakat yang dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab.
5)       Harus ada hubungan kerjasama yang erat antara rumah dan sekolah.

3.      Sekolah Kerja
Menurut J.A. Comenius (1582-1670) menekankan agar pendidikan mengembangkan : pikiran, ingatan, bahasa dan tangan (keterampilan kerja tangan). J.H Pestalozzi (1746-1827) mengajarkan bermacam-macam mata pelajaran pertukangan di sekolahnya. Namun yang sering dipandang sebagai Bapak Sekolah kerja adalah George Kerschensteiner (1854-1932) menulis karangan tentang arbeittsshole (sekolah kerja) di Jerman.
Sekolah kerja ini bertolak dari pandangan bahwa pendidikan itu tidak hanya demi kepentingan individu tetapi berkewajiban menyiapkan warga negara yang baik yakni :
1)      Tiap orang adalah pekerja dalam salah satu lapangan jabatan.
2)      Tiap orang wajib menyumbangkan tenaganya untuk kepentingan negara.
3)      Dalam menunaikan kedua tugas tersebut haruslah selalu diusahakan kesempurnaannya.
Tujuan sekolah kerja menurut G. Kereschensteiner adalah :
a.       Menambah pengetahuan anak.
b.      Agar dapat memiliki kemampuan dan kemahiran tertentu.
c.       Agar anak dapat memiliki pekerjaan sebagai persiapan jabatan dalam mengabdi kepada negara.
Kereschensteiner berpendapat bahwa kewajiban utama sekolah adalah mempersiapkan anak-anak untuk dapat bekerja. Karena banyaknya macam pekerjaan yang menjadi pusat pelajaran dibagi menjadi 3 yaitu :
a.       Sekolah-sekolah perindustrian (tukang cukur, cetak, kayu, daging, masinis dan lain-lain).
b.      Sekolah-sekolah perdagangan (makanan, pakaian, bank, asuransi, dan lain-lain).
c.       Sekolah-sekolah rumah tangga, bertujuan untuk mendidik para calon ibu yang diharapkan akan menghasilkan warga negara yang baik.

Jadi kewajiban sekolah yang terpenting adalah menyiapkan peserta didik untuk suatu pekerjaan. Yang menjadi pusat tujuan pengajaran adalah kerja untuk menata masa mendatang.
Dasar-dasar sekolah kerja :
a.       Di dalam sekolah kerja anak aktif berbuat.
b.      Pusat kegiatan pendidikan dan pengajaran adalah anak, bukan guru metode ataupun bahan pelajaran.
c.       Sekolah kerja mendidik anak menjadi pribadi yang berani berdiri sendiri.
d.      Sekolah kerja tidak mementingkan pengetahuan siap yang bersifat hafalan.

Macam-macam sekolah kerja :
a.       Sekolah kerja sosiologi digerakkan oleh G. Kereschensteiner (1854-1932) bangsa Jerman. Sekolah ini mempersiapkan anak menjadi warga negara melalui latihan kerja dengan pertimbangan sebagai berikut :
-          Tiap orang adalah pekerja dalam salah satu lapangan pekerjaan.
-          Tiap orang wajib menyumbangkan tenaganya untuk kepentingan negara.
b.      Sekolah kerja yang didasarkan atas konsepsi O. Dectoly yang dinamakan sekolah kerja psikologis karena menekankan perkembangan anak didik.
c.       John Dewey mengikuti aliran pendidikan sosial modern yang menekankan secara seimbang peranan individu dan masyarakat.
d.      Sekolah kerja yang dipelopori oleh H. Gaudig (1890-1923) bangsa Jerman, ia lebih menekankan pengembangan kepribadian anak.

4.      Pengajaran Proyek
Dasar filosofis dan pengajaran proyek diletakkan oleh John Dewey (1859-1952) tetapi pelaksanaannya dilakukan oleh W.H. Kilpartrick. Dalam pengajaran proyek anak bebas menentukan pilihannya (terhadap pekerjaan) merancang serta memimpinnya. Proyek yang ditentukan oleh anak mendorongnya mencari jalan pemecahan bila ia menemui kesulitan. Anak dengan sendirinya giat dan aktif karena sesuai dengan apa yang diinginkannya.
Dalam pengajaran proyek, pekerjaan dikerjakan secara berkelompok untuk menghidupkan rasa gotong royong. Proyek pengajaran berarti kegiatan, sedangkan belajar mengandung arti kesempatan untuk memilih, merancang, berlatih, memimpin dan sebagainya. Dalam hal ini penting ialah bahwa peserta didik telah aktif memecahkan persoalan, maka wataknya akan terbentuk. Demikian konsep pemikiran WH. Kilpatrick di dalam pengajaran proyek.
Langkah-langkah pokok pengajaran proyek :
a.       Persiapan
Langkah ini ialah penetapan masalah yang akan dibahas dalam hal ini guru merangsang anak-anak agar mereka dapat memikirkan, mengusulkan dan mendiskusikan apa yang perlu mereka pelajari.
b.      Kegiatan belajar
Kegiatan ini dapat diawali dengan perjalanan sekolah, karya wisata, pengamatan suatu objek, membaca buku, majalah dan membuat catatan tentang apa yang diamati. 
c.       Penilaian
Bentuk penilaian yang sering dilakukan ialah dengan mengadakan pameran. Semua hasil kegiatan yang dilakukan oleh anak-anak (misalnya: gambar, karangan, model) dipamerkan.

Pengaruh gerakan baru dalam pendidikan terhadap penyelenggaraan pendidikan di Indonesia.

Kajian tentang pemikiran-pemikiran masa lalu akan sangat bermanfaat untuk memperluas pemahaman tentang seluk beluk pendidikan, serta memupuk wawasan historis dari setiap keputusan dan tindakan dibidang pendidikan, termasuk dibidang pembelajaran, akan membawa dampak bukan hanya pada masa kini, tetapi juga masa depan.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Pengaruh Aliran Klasik Terhadap Pemikiran dan Praktek Pendidikan Di Indonesia"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel