Makalah Tentang Al-Qur'an dan As-Sunnah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam ushul kita mempelajari tentang
dalil-dalil Syar’iyyah yaitu yang pertama Al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber
hukum yang disepakati.
Al-Qur’an adalah sumber fiqh yang
paling utama dan pertama. Al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan kepada
Nabi Muhammad SAW dengan perantara Malaikat Jibril dan membacanya mengandung
nilai ibadah. Al-Qur’an terdiri dari 30 juz, 114 surat, 6.326 ayat.
Sunnah adalah perbuatan, perkataan
atau pengakuan Nabi Muhammad SAW, Sunnah terbagi 3: sunnah qauliyyah, sunnah
fi’liyyah, dan sunnah taqririyyah.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah pengertian dari
Al-Qur’an dan As-Sunnah?
2.
Apa saja segi kemukjizatan
dalam Al-Qur’an?
3.
Bagaimana hubungan as-sunnah
dengan Al-Qur’an?
4.
Apa saja pembagian as-sunnah
berdasarkan zadnya?
BAB II
PEMBAHASAN
1.
AL-QUR’AN
A. Pengertian Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah kalam Allah yang
diturunkan oleh-Nya melalui perantara Malaikat Jibril ke dalam hati Rasulullah
Muhammad bin Abdullah dengan lafaz yang berbahasa Arab dan makna-maknanya yang benar
untuk menjadi hujjah bagi Rasul atas pengakuannya sebagai Rasulullah, menjadi
undang-undang bagi manusia yang mengikuti petunjuknya, dan menjadi qurbah
dimana mereka beribadah dengan membacanya.
Al-Qur’an adalah yang himpunan antara
tepian lembar mushhaf yang dimulai dengan surat Al-Fatihah dan ditutupi dengan
surat An-Nas yang diriwayatkan secara mutawatir, baik secara tulisan maupun
lisan, dan dari generasi ke generasi dan tetap terpelihara dari perubahan dan
penggantian apapun.
Diantara keistimewaan Al-Qur’an
adalah bahwa lafazhnya dan maknanya berasal dari Allah, lafazh Al-Qur’an yang
berbahasa Arab itulah yang diturunkan oleh Allah ke dalam hati Rasulullah, dari
keistimewaan ini maka bercabanglah :
1.
Makna-makna yang diilhamkan
Allah kepada Rasul-Nya namun lafaznya tidak dia turunkan kepadanya, tetapi
rasul sendiri yang mengungkapkan dengan lafazhnya terhadap sesuatu yang
diilhamkan kepadanya, tidaklah dianggap termasuk dari Al-Qur’an dan hukum-hukum
Al-Qur’an tidak berlaku padanya.
2.
Menafsirkan sebuah surat atau
ayat Al-Qur’an dengan lafazh arab yang merupakan sinonim bagi lafazh-lafazh
Al-Qur’an dan menunjukkan terhadap pengertian yang ditunjuki oleh lafazh-lafazh
Al-Qur’an tidaklah dianggap Al-Qur’an meskipun penafsiran itu sesuai dengan
dalalah sesuatu yang ditafsiri karena sebenarnya Al-Qur’an merupakan
lafazh-lafazh yang berbahasa Arab yang khusus diturunkan dari sisi Allah.
3.
Penerjemahan sebuah surat atau
ayat ke dalam bahasa asing yang bukan bahasa Arab tidak dianggap sebagai
Al-Qur’an.
B. Segi-segi Kemukjizatan
Al-Qur’an
1)
Keharmonisan struktur
redaksinya, maknanya, hukum-hukumnya dan teori-teorinya.
Al-Qur’an terdiri dari 6000 ayat,
yang diungkapkan dengan struktur bahasa yang beraneka ragam dan gaya bahasa
yang bermacam-macam, serta dengan beberapa pokok pembahasan yang pusparagam
pula, yaitu : i’tiqadiyah, khuluqiyyah, dan tasyri’iyyah. Ia juga menetapkan
berbagai teori, baik bersifat kosmologis, sosiologis, maupun psikologis.
2)
Persesuaian ayat Al-Qur’an
dengan teori ilmiah yang dikemukakan ilmu pengetahuan
Al-Qur’an diturunkan oleh Allah
kepada Rasul-Nya untuk menjadi hujjah baginya dan menjadi undang-undang bagi
umat manusia. Jadi sebenarnya tujuan prinsipal bukanlah menetapkan teori-teori
ilmiah dalam penciptaan langit dan bumi, penciptaan manusia, pergerakan
bintang-bintang dan benda-benda alam lainnya, akan tetapi hal itu hanyalah
dalam kedudukan dalil terhadap wujud Allah dan keesaan-Nya memperingatkan
manusia terhadap berbagai kenikmatan-kenikmatan-Nya, dan tujuan-tujuan semacam
ini.
C. Macam-macam Hukum
Al-Qur’an
Hukum yang dikandung oleh Al-Qur’an itu ada 3 macam :
1)
Hukum-hukum i'tiqadiyyah yang
berkaitan dengan hal-hal yang harus dipercaya oleh setiap mukhallaf yaitu
percayai Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para rasul-Nya dan hari akhir.
2)
Hukum moralitas, yang
berhubungan dengan sesuatu yang harus dijadikan perhiasan oleh mukhallaf berupa
hal-hal keutamaan dan menghindakan diri dari yang hina.
3)
Hukum amaliyyah yang bersangkut
paut dengan sesuatu yang timbul dari mukhallaf, baik berupa perbuatan,
perkataan perjanjian hukum dan pembelanjaan. Yang ketiga ini adalah fiqh
Al-Qur’an dan inilah yang dimaksud dengan sampai kepadanya dengan ilmu usul
fiqh.
Hukum-hukum amaliyyah di dalam Al-Qur’an terdiri dari
dua macam yaitu :
a.
Hukum-hukum ibadah seperti :
shalat, puasa, zakat, haji, nadzar, sumpah dan ibadah-ibadah lainnya yang
dimaksudkan untuk mengatur hubungan manusia dengan tuhannya.
b.
Hukum muamalat seperti : akad,
pembelanjaan, hukuman, pidana dan lainnya yang bukan ibadah dan yang
dimaksudkan untuk mengatur hubungan antara sesama mukhallaf baik sebagai
individu, bangsa atau kelompok.
D. Kebijaksanaan Al-Qur’an
dalam Menetapkan Hukum
Kebijaksanaan Al-Qur’an dalam
menetapkan hukum menggunakan prinsip-prinsip :
1)
Memberikan kemudahan dan tidak
menyulitkan.
2)
Menyedikitkan tuntutan.
3)
Bertahap dalam menerapkan
hukum.
4)
Sejalan dengan kemaslahatan
manusia.
2.
AS-SUNNAH
A. Pengertian As-Sunnah
As-Sunnah menurut istilah syara’
adalah sesuatu yang datang dari Rasulullah baik berupa perkataan, perbuatan
ataupun ketetapan.
1)
Sunnah Qauliyah ialah :
hadist-hadist Rasulullah SAW yang beliau katakan dalam berbagai tujuan konteks.
2)
Sunnah Fi’riyah ialah :
perbuatan-perbuatan Rasulullah SAW sebagaimana tindakannya menunaikan shalat 5
waktu dengan cara-caranya dan rukun-rukunnya, perbuatannya melaksanakan manasik
haji putusannya dengan berdasarkan seorang saksi dan sumpah dari pihak
pendakwa.
3)
Sunnah Taqririyah ialah :
sesuatu yang timbul dari sahabat Rasulullah SAW yang telah diakui oleh
Rasulullah SAW, baik berupa ucapan maupun perbuatan, pengakuan tersebut
adakalanya dengan sikap diam dan tidak adanya keingkaran beliau atau dengan
adanya persetujuan dan adanya pernyataan penilaian terhadap perbuatan itu.
B. Hubungan As-Sunnah dengan
Al-Qur’an
Adapun hubungan As-Sunnah dengan Al-Qur’an
dari segi penggunaannya sebagai hujjah dan referensi bagi istimbath hukum
syara’ maka ia berada pada urutan setelah Al-Qur’an dimana seseorang mujtahid
dalam mengkaji sesuatu kasus tidak akan mengaku kepada As-Sunnah kecuali
apabila ia tidak ditemukan hukum sesuatu yang ingin diketahui hukumnya di dalam
Al-Qur’an.
Karena sebenarnya Al-Qur’an merupakan
sumber pokok dalam pembentukan hukum Islam dan sumber pertamanya, maka apabila
Al-Qur’an menyebutkan nash terhadap suatu hukum, maka ia wajib diikuti dan
apabila tidak menyebutkan nash mengenai hukum suatu kasus, maka ia kembali
kepada sunnah. Jika ia menemukan hukumnya dalam sunnah, maka ia pun
mengikutinya.
Adapun hubungan Sunnah dengan
Al-Qur’an dari segi hukum yang datang di dalamnya, maka sebenarnya Sunnah tidak
melampaui salah satu dari tiga hal.
1)
Adakalanya As-Sunnah ia
menetapkan / mengukuhkan hukum yang telah ada dalam Al-Qur’an.
2)
Adakalanya As-Sunnah itu
merinci dan menafsirkan terhadap sesuatu yang datang dalam Al-Qur’an secara
global, membatasi terhadap hal-hal yang datang dalam Al-Qur’an secara mutlak,
atau mentakhshish sesuatu yang di dalamnya secara umum.
3)
Adakalanya Sunnah itu
menetapkan dan membentuk hukum yang tidak terdapat di dalam Al-Qur’an, hukum
itu ditetapkan berdasarkan Sunnah dan hash Al-Qur’an tidak menunjukinya.
C. Pembagian As-Sunnah
Berdasarkan Sanadnya
a.
Sunnah mutawatir adalah sunnah
yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW, oleh sekumpulan perawi yang menurut
kebiasaannya, individu-individu itu tidak mungkin sepakat untuk berbohong, disebabkan
jumlah mereka yang banyak, sikap amanah mereka, dan berlainannya orientasi dan
lingkungan mereka, kemudian dari kelompok perawi ini, sejumlah perawi yang
sepadan dengannya meriwayatkan sunnah itu sehingga sunnah itu sampai kepada
kita dengan sanad masing-masing tingkatan dari pada perawinya yang merupakan
sekumpulan orang yang tidak mungkin mengadakan kesepakatan untuk berdusta,
mulai dari penerimaan sunnah dari Rasul sampai kepada kita.
b.
Sunnah masyhurah adalah sunnah
yang diriwayatkan dari Rasulullah SAW, oleh seorang atau dua orang, atau tiga
orang sahabatnya yang tidak mencapai jumlah tawatur (perawi hadist mutawatir).
Kemudian dari perawi atau para perawi ini sekumpulan orang yang mencapai
tawatur meriwayatkan, kemudian sekelompok perawi yang sepadan dengannya yang
meriwayatkan dari mereka dan dari kelompok perawi ini sekelompok perawi.
c.
Sunnah ahad adalah sunnah yang
diriwayatkan dari Rasulullah SA, oleh perseorangan yang tidak mencapai jumlah
kemutawatiran. Misalnya hadist itu diriwayatkan dari Rasulullah SAW.
As-Sunnah menjadi hujah, bisa dijadikan sumber hukum
karena
a.
Allah menyuruh untuk taat
kepada Rasulullah.
b.
Rasulullah mempunyai wewenang
untuk menjelaskan Al-Qur’an.
c.
Ijm’a sahabat, dan dibuktikan
pula oleh Hadits Muadz bin Jabal yang menerangkan urutan-urutan sumber hukum.
Adapun sebabnya As-Sunnah menjadi sumber hukum yang
kedua adalah :
a.
Wurudl Al-Qur’an qath’i
seluruhnya, sedangkan As-Sunnah banyak yang wurudl-nya dhani.
b.
As-Sunnah merupakan penjelasan
terhadap Al-Qur’an, yang dijelaskan sudah barang tentu menempati tempat yang
pertama, dan penjelasannya menempati tempat yang kedua.
c.
Urutan dasar hukum yang
digunakan oleh para sahabat yang menempatkan As-Sunnah pada tempat yang kedua.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Al-Qur’an merupakan pendidikan secara
umum, yang merupakan pendidikan secara khusus, kelebihan dalam Al-Qur’an
terletak pada methode yang menakjubkan dan unik sehingga dalam konsep
pendidikan yang terkandung di dalamnya Al-Qur’an mampu menciptakan individu
beriman dan senantiasa mengesakan Allah.
As-Sunnah perbutan, perkataan ataupun
pengakuan Rasulullah, pengakuan sendiri adalah kejadian atau perbuatan orang
lain yang diketahui Rasulullah, untuk membina umat menjadi seutuhnya.
DAFTAR PUSTAKA
Syukur, Syarmin. 1993. Sumber-sumber
Hukum Islam. Surabaya: Al-Ikhlas.
Wahhab, Khallaf Abdul. 1994. Ilmu
Ushul Fiqh. Semarang: Dina Utama.
Menambah apa gan?? :)
BalasHapus