Menghargai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Dalam TIK
Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) dapat dideskripsikan sebagai
hak atas kekayaan yang timbul atau lahir karena kemampuan intelektual manusia.
Didalam bidang ilmu pengetahuan, seni, sastra, dan teknologi yang dilahirkan
dengan pengorbanan tenaga, waktu, dan bahkan biaya dan memiliki nilai.
HAKI secara umum terbagi menjadi dua jenis, yaitu hak cipta dan hak
kekayaan industri. Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002, hak cipta adalah
hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau
memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi
pembahasan-pembahasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Adapun
hak kekayaan industri meliputi sebagai berikut.
a.
Paten
b.
Merek
c.
Desain industri
d.
Desain tata letak sirkuit
terpadu
e.
Rahasia dagang
1.
Undang-Undang Hak Cipta dari Perangkat Lunak
Untuk menanggulangi semakin maraknya pembajakan perangkat lunak
(software) maka perusahaan yang menghasilkan produk memproteksi atau melindungi
produknya dengan undang-undang yang diterbitkan oleh pemerintah, yaitu
Undang-Undang Hak Cipta. Fungsi Undang-Undang tersebut adalah untuk melindungi
pemegang hak cipta dari gangguan para pembajak dan untuk memberi kekuatan hukum
terhadap produknya.
Menurut Pasal 30 Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, masa
berlakunya hak cipta berupa program komputer dan database adalah 50 tahun sejak
pertama kali dicantumkan.
Berikut ini kutipan pasal 72, Ayat 2 dan 3, Undang-Undang Nomor 19
tahun 2002 tentang ketentuan pidana dalam hal pelanggaran hak cipta.
(2)
Barang siapa dengan sengaja
menyiarkan, memamerkan, mengdarkan, atau menjual kepada umum suatu hak ciptaan
atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima )
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3)
Barang siapa dengan sengaja dan
tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu program
komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima )
tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
Sebenarnya sanksi yang diterapkan oleh pemerintah tersebut sudah
cukup berat, tetapi masih banyak yang melanggarnya. Hal ini disebabkan karena
lemahnya penanganan oleh aparat terkait. Seharusnya dengan berlakunya
Undang-Undang Hak Cipta Nomor 19 Tahun 2002, seluruh masyarakat Indonesia
dapat berkreasi atau berkarya dengan nyaman tanpa takut pembajakan.
2.
Menghindari Pembajakan Software (Illegal
Copy)
Tingginya tingkat pembajakan software di Indonesia memasukkan negara kita ke
dalam jajaran “watch list” di
peringkat cukup tinggi. Namun, berkat keberadaan Dewan Teknologi dan Informasi
dan Komunikasi Nasional (DETIKNAS) yang berperan dalam legalisasi piranti lunak
di pemerintahan maka pada tahun 2007 Indonesia turun dari peringkat empat atau
88% dari software yang merupakan bajakan ke peringkat delapan atau 85%.
Sekarang, pemerintah mulai mengkampanyekan himbauan untuk tidak
membajak software. Agar tidak banyak masyarakat yang melakukan illegal copy maka pemerintah membuatkan
software open source, yaitu IGOS
(Indonesia Go Open Source) Nusantara. Software open source adalah software yang berbasis kode-kode terbuka yang
dapat dimanfaatkan dan dikembangkan secara gratis. Mulai sekarang, kita harus
menghindari tindakan illegal copy
karena merupakan salah satu pelanggaran hak cipta.
0 Response to "Menghargai Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) Dalam TIK"
Posting Komentar