Pengelolaan Inflasi Daerah Di Indonesia
PENGELOLAAN INFLASI DAERAH DI INDONESIA
Inflasi merupakan fenomena yang tidak akan dapat dipisahkan dari pergerakan perekonomian, dimana ada perekonomian disana pasti akan ada inflasi. Pada kenyataannya, peningkatan harga atau secara spesifik disebut sebagai inflasi sebenarnya akan menghasilkan dua pandangan yang berbeda dan berlawanan di tengah-tengah masyarakat dimanapun.
Ada pihak yang mengharapkan agar inflasi ini terus terjadi, karena akan memberikan kesejahteraan kepada mereka. Sebaliknya, ada pula pihak yang mengharapkan agar inflasi ini tidak terjadi karena akan sangat berpengaruh buruk kepada kesejahteraan dan kemakmuran mereka.
Mempertemukan kedua sisi yang berbeda ini jelas tidak mungkin sampai kapanpun. Oleh karena itu, dari sisi pembangunan ekonomi yang paling mungkin dilakukan adalah menjaganya agar dinamika pergerakannya tidak terlalu mencolok, sehingga peningkatannya tidak mengganggu keberadaan kedua pihak yang saling berbeda tersebut. Inilah yang secara umum dikenal dengan upaya untuk menstabilkan harga.
Dari sisi pembangunan daerah, inflasi di daerah yang rendah dan stabil akan meningkatkan daya saing, yang selanjutnya akan menjamin kesinambungan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Kita telah merasakan betapa terpukulnya ekonomi daerah dan masyarakat pada saat terjadinya peningkatan harga yang sangat tidak wajar pada beberapa kali knisis ekonomi melanda Indonesia dan dunia, daya beli masyarakat menurun sangat drastis dan tajam sehingga kegiatan ekonomi menjadi stagnan, pengangguran meningkat karena kehilangan pekerjaan, sehingga penduduk miskinpun mengalami peningkatan, yang selanjutnya anggaran negara lebih banyak dimanfaatkan untuk memberikan bantuan sosial bagi pemenuhan konsumsi masyarakat, yang tentunya tidak akan memberikan multiplier effect kepada pembangunan lainnya.
Demikian pentingnya menjaga inflasi yang rendah dan terkendali ini bagi kesejahteraan masyarakat, sehingga secara nasional sejak tahun 2010 Pemerintah Pusat telah mengambil kebijakan untuk melakukan pengendalian secara terpadu antara Kementerian terkait di tingkat nasional dan terpadu pula dengan Pemerintah Daerah di Indonesia, karena inflasi nasional tidak akan terkendali bila inflasi di daerah juga tidak terkendali.
Karena pentingnya inflasi daerah bagi pencapaian inflasi nasional, Pemerintah akan memberikan penilaian terhadap aktivitas TPID setiap daerah. Indikator utamanya adalah pencapaian inflasi yang lebih rendah dan sangat diharapkan lebih rendah dari rata-rata nasional, akan tetapi indikator ini bukan indikator utama, karena masih banyak indikator lain yang diperhatikannya. Untuk itulah, Pemerintah Daerah mengambil sikap untuk menetapkan Tim yang sama pada tahun sebelumnya. Namun demikian, efektivitas keberadaan Tim ini sangat ditentukan oleh dukungan pemerintah daerah dan masyarakat Kabupaten/Kota, karena inflasi daerah merupakan cerminan dan sangat dipengaruhi oleh aktivitas ekonomi seluruh masyarakat di Daerah.
Berdasarkan perhitungan Biro Pusat Statistik, inflasi Daerah sangat dominan disebabkan karena gejolak pasokan komoditi di pasaran (supply side shock), khususnya pada komoditi bahan makanan, seperti beras, cabe, bawang merah, ayam dan telur. Kondisi ini tentunya sangat mengherankan bila dilihat dari kemampuan produksi serta lalu lintas pasokan komoditi ini di pasaran, yang setelah dikurangi dengan perkiraan kebutuhan masyarakat, ditemukan surplus dalam angka cukup signifikan. Namun pada kenyataannya pada waktu tertentu selalu saja terjadi shock sehingga mendorong kenaikan harga, yang selanjutnya meningkatkan inflasi. Dengan kondisi ini, siapapun akan beranggapan bahwa telah terjadi sesuatu yang kurang pas dalam distribusi komoditi.
Sesuatu yang kurang pas ini dapat saja dalam bentuk menahan komoditi untuk tidak masuk pasar atau spekulasi dan dapat juga dalam bentuk menaikkan harga secara sembarangan oleh pihak tertentu sebagai akibat adanya kelangkaan informasi antara harga di tingkat produsen atau di tingkat pedagang pengumpul dengan harga konsumen. Ini sesungguhnya merupakan faktor ekspektasi dan moral hazard yang seharusnya tidak boleh terjadi bila kita sama-sama memiliki kemauan untuk mengembangkan ekonomi dan kemakmuran masyarakat. Walaupun relatif sulit, melalui Tim Pengelola Inflasi Daerah hal ini secara bertahap harus dapat diupayakan untuk mengungkap serta mengupayakan pemecahannya, sehingga minimal dapat dikurangi pada tahun-tahun selanjutnya.
Inflasi merupakan fenomena yang tidak akan dapat dipisahkan dari pergerakan perekonomian, dimana ada perekonomian disana pasti akan ada inflasi. Pada kenyataannya, peningkatan harga atau secara spesifik disebut sebagai inflasi sebenarnya akan menghasilkan dua pandangan yang berbeda dan berlawanan di tengah-tengah masyarakat dimanapun.
Ada pihak yang mengharapkan agar inflasi ini terus terjadi, karena akan memberikan kesejahteraan kepada mereka. Sebaliknya, ada pula pihak yang mengharapkan agar inflasi ini tidak terjadi karena akan sangat berpengaruh buruk kepada kesejahteraan dan kemakmuran mereka.
Mempertemukan kedua sisi yang berbeda ini jelas tidak mungkin sampai kapanpun. Oleh karena itu, dari sisi pembangunan ekonomi yang paling mungkin dilakukan adalah menjaganya agar dinamika pergerakannya tidak terlalu mencolok, sehingga peningkatannya tidak mengganggu keberadaan kedua pihak yang saling berbeda tersebut. Inilah yang secara umum dikenal dengan upaya untuk menstabilkan harga.
Dari sisi pembangunan daerah, inflasi di daerah yang rendah dan stabil akan meningkatkan daya saing, yang selanjutnya akan menjamin kesinambungan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Kita telah merasakan betapa terpukulnya ekonomi daerah dan masyarakat pada saat terjadinya peningkatan harga yang sangat tidak wajar pada beberapa kali knisis ekonomi melanda Indonesia dan dunia, daya beli masyarakat menurun sangat drastis dan tajam sehingga kegiatan ekonomi menjadi stagnan, pengangguran meningkat karena kehilangan pekerjaan, sehingga penduduk miskinpun mengalami peningkatan, yang selanjutnya anggaran negara lebih banyak dimanfaatkan untuk memberikan bantuan sosial bagi pemenuhan konsumsi masyarakat, yang tentunya tidak akan memberikan multiplier effect kepada pembangunan lainnya.
Demikian pentingnya menjaga inflasi yang rendah dan terkendali ini bagi kesejahteraan masyarakat, sehingga secara nasional sejak tahun 2010 Pemerintah Pusat telah mengambil kebijakan untuk melakukan pengendalian secara terpadu antara Kementerian terkait di tingkat nasional dan terpadu pula dengan Pemerintah Daerah di Indonesia, karena inflasi nasional tidak akan terkendali bila inflasi di daerah juga tidak terkendali.
Karena pentingnya inflasi daerah bagi pencapaian inflasi nasional, Pemerintah akan memberikan penilaian terhadap aktivitas TPID setiap daerah. Indikator utamanya adalah pencapaian inflasi yang lebih rendah dan sangat diharapkan lebih rendah dari rata-rata nasional, akan tetapi indikator ini bukan indikator utama, karena masih banyak indikator lain yang diperhatikannya. Untuk itulah, Pemerintah Daerah mengambil sikap untuk menetapkan Tim yang sama pada tahun sebelumnya. Namun demikian, efektivitas keberadaan Tim ini sangat ditentukan oleh dukungan pemerintah daerah dan masyarakat Kabupaten/Kota, karena inflasi daerah merupakan cerminan dan sangat dipengaruhi oleh aktivitas ekonomi seluruh masyarakat di Daerah.
Berdasarkan perhitungan Biro Pusat Statistik, inflasi Daerah sangat dominan disebabkan karena gejolak pasokan komoditi di pasaran (supply side shock), khususnya pada komoditi bahan makanan, seperti beras, cabe, bawang merah, ayam dan telur. Kondisi ini tentunya sangat mengherankan bila dilihat dari kemampuan produksi serta lalu lintas pasokan komoditi ini di pasaran, yang setelah dikurangi dengan perkiraan kebutuhan masyarakat, ditemukan surplus dalam angka cukup signifikan. Namun pada kenyataannya pada waktu tertentu selalu saja terjadi shock sehingga mendorong kenaikan harga, yang selanjutnya meningkatkan inflasi. Dengan kondisi ini, siapapun akan beranggapan bahwa telah terjadi sesuatu yang kurang pas dalam distribusi komoditi.
Sesuatu yang kurang pas ini dapat saja dalam bentuk menahan komoditi untuk tidak masuk pasar atau spekulasi dan dapat juga dalam bentuk menaikkan harga secara sembarangan oleh pihak tertentu sebagai akibat adanya kelangkaan informasi antara harga di tingkat produsen atau di tingkat pedagang pengumpul dengan harga konsumen. Ini sesungguhnya merupakan faktor ekspektasi dan moral hazard yang seharusnya tidak boleh terjadi bila kita sama-sama memiliki kemauan untuk mengembangkan ekonomi dan kemakmuran masyarakat. Walaupun relatif sulit, melalui Tim Pengelola Inflasi Daerah hal ini secara bertahap harus dapat diupayakan untuk mengungkap serta mengupayakan pemecahannya, sehingga minimal dapat dikurangi pada tahun-tahun selanjutnya.
0 Response to "Pengelolaan Inflasi Daerah Di Indonesia"
Posting Komentar