Ilmu Fiqih Tentang Nasikh dan Mansukh
ILMU
FIQIH TENTANG NASIKH DAN MANSUKH
1.
Pengertian Nasikh
a.
Menurut Bahasa
“Naskh” dipergunakan untuk arti izalah (menghilangkan),
juga dipergunakan untuk makna memindahkan sesuatu dari suatu tempat ke tempat
lain.
b.
Menurut Istilah (ulama Ushul
Fiqih) nasikh mempunyai 2 defenisi
·
Nasikh adalah penjelasan
berakhirnya masa berlaku suatu hukum melalui dalil syar’i yang datang kemudian.
·
Nasikh adalah pembatalan hukum
syarak yang ditetapkan terdahulu dari orang mukalaf dengan hukum syarak yang
sama yang datang kemudian.
2.
Pengertian Mansukh
Mansukh adalah hukum yang diangkat atau dihapuskan.
3.
Pedoman Mengetahui Naskh dan Mansukh
a.
Keterangan tegas dari Nabi atau
sahabat, seperti :
“Aku dulu pernah melarangmu berziarah ke kubur, maka
kini berziarah kuburlah” (H.R. Hakim)
b.
Kesepakatan umat bahwa ayat ini
nasikh dan yang itu mansukh.
c.
Mengetahui mana yang terlebih
dahulu dan mana yang kemudian dalam perspektif sejarah.
4.
Pembagian Naskh
a.
Naskh Qur’an dengan Qur’an.
b.
Naskh Qur’an dengan Sunnah,
naskh ini ada 2 macam :
·
Naskh Qur’an dengan hadits
ahad. Jumhur berpendapat Qur’an tidak boleh di nasakh oleh hadits ahad, sebab
Qur’an adalah mutawir dan menunjukkan yakin, sedang hadits ahad zahni, bersifat
dugaan.
·
Naskh Qur’an dengan hadits
mutawatir. Naskh ini dibolehkan oleh Malik, Abku Hanifah dan Ahmad dalam satu
riwayat, berdasarkan Firman Allah SWT :
“Dan Kami turunkan kepadamu Qur’an agar kamu menerangkan
kepada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka”. (Al-Nahl: 44)
Naskh iti sendiri merupakan salah satu penjelasan.
Sedangkan Asy-Syafi’I dan Ahmad dalam riwayat lain
menolak nask seperti ini. Berdasarkan firman Allah SWT :
“Apa saja ayat yang Kami Nasakhkan, atau kami jadikan
(manusia) lupa kepadanya. Kami datangkan yang lebih baik atau sebanding
dengannya”. (Al-Baqarah: 106)
Sedangkan hadits tidak lebih baik atau sebanding dengan
Al-Qur’an.
c.
Naskh Sunnah dengan Qur’an. Ini
dibolehkan oleh Jumhur. Sebagai contoh ialah masalah menghadap ke baitul makdis
yang ditetapkan dengan sunnah dan didalam Al-Qur’an tidak terdapat dalil yang
menunjukkannya. Ketetapan itu dinasakhkan oleh Al-Qur’an dengan firman-Nya :
“Maka palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram”.
(Al-Baqarah: 144)
d.
Naskh Sunnah dengan Sunnah,
terdapat 4 bentuk :
·
Naskh mutawir dengan mutawir.
·
Naskh ahad dengan ahad.
·
Naskh ahad dengan mutawir.
·
Naskh mutawir dengan ahad.
Tiga bentuk pertama dibolehkan sedang pada bentuk
keempat terjadi silang pendapat seperti halnya naskh Qur’an dengan hadits ahad
yang tidak dibolehkan.
5.
Hikmah Naskh
a.
Memelihara kepentingan hamba.
b.
Perkembangan tasyri’ menuju
tingkat sempurna sesuai dengan perkembangan dakwah dan perkembangan kondisi
umat manusia.
c.
Cobaan dan ujian bagi orang
mukalaf untuk mengikutinya atau tidak.
d.
Menghendaki kebarkan dan
kemudahan bagi umat.
6.
Contoh-contoh Naskh
a)
“Dan kepunyaan Allah lah timur
dan barat, maka kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah” (Al-Baqarah:
115)
Dinasakh oleh :
“Maka palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram”.
(Al-Baqarah: 144)
b)
“Mereka bertanya kepadamu
tentang berperang pada bulan haram. Katakanlah: Berperang pada bulan itu adalah
dosa besar”. (Al-Baqarah: 217)
Ayat ini dinasakh oleh :
“Dan pergilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana
merekapun memerangi kamu semuanya”. (At-Taubah: 36).
0 Response to "Ilmu Fiqih Tentang Nasikh dan Mansukh"
Posting Komentar