Contoh Makalah Tentang Pengertian dan Teori-teori Kebenaran
A. Pengertian Kebenaran
Maksud dari hidup ini adalah untuk mencari kebenaran.
Tentang kebenaran ini, Plato pernah berkata : “Apakah kebenaran itu?” Lalu pada
waktu yang bersamaan, bahkan jauh belakangan Bradley menjawab : “Kebenaran itu
adalah kenyataan”, tapi bukanlah kenyataan (dos
sollen) itu tidak selalu yang seharusnya (dos sein) terjadi. Kenyataan yang terjadi bisa saja berbentuk
ketidakbenaran (keburukan). Jadi ada 2 pengertian kebenaran, yaitu kebenaran
yang berarti nyata-nyata terjadi di satu pihak, dna kebenaran dalam arti lawan
dari keburukan (ketidakbenaran) (Syafi’i, 1995).
Dalam bahanan ini, makna “kebenaran” dibatasi pada
kekhususan makna “kebenaran keilmuan (ilimiah)”. Kebenaran ini mutlak dan tidak
sama ataupun langgeng, melainkan bersifat nisbi (relatif), sementara (tentatif)
dan hanya merupakan pendekatan (Wilardo, 1985: 238-239). Kebenaran intelektual
yang ada pada ilmu bukanlah suatu efek dari keterlibatan ilmu dengan
bidang-bidang kehidupan. Kebenaran merupakan ciri asli dari ilmu itu sendiri.
Dengan demikian maka pengabdian ilmu secara netral, tak bermuara, dapat
melunturkan pengertian kebenaran sehingga ilmu terpaksa menjadi steril. Uraian
keilmuan tentang masyarakat sudah semestinya harus diperkuat oleh kesadaran
terhadap berakarnya kebenaran (Daldjoeni, 1985: 235).
Selaras dengan Poedjawiyatna (1987: 16) yang mengatakan
bahwa persesuaian antara pengetahuan dan objeknya itulah yang disebut
kebenaran. Artinya pengetahuan itu harus yang dengan aspek objek yang
diketahui. Jadi pengetahuan benar adalah pengetahuan objektif.
Meskipun demikian, apa yang dewasa ini kita pegang
sebagai kebenaran mungkin suatu saat akan hanya pendekatan kasar saja dari
suatu kebenaran yang lebih jati lagi dan demikian seterusnya. Hal ini tidak
bisa dilepaskan dengan keberadaan manusia yang transenden, dengan kata lain,
keresahan ilmu bertalian dengan hasrat yang terdapat dalam diri manusia. Dari
sini terdapat petunjuk mengenai kebenaran yang trasenden, artinya tidak henti
dari kebenaran itu terdapat diluar jangkauan manusia.
B. Teori-Teori Kebenaran
Untuk menentukan kepercayaan dari sesuatu yang dianggap
benar, para filosof bersandar kepada 3 cara untuk menguji kebenaran, yaitu
koresponden (yakni persamaan dengan fakta), teori koherensi atau konsistensi,
dan teori pragmatis.
1.
Teori Korespondensi
Ujian kebenaran yang dinamakan teori korespondensi
adalah paling diterima luas oleh kelompok realis. Menurut teori ini, kebenaran
adalah kesetiaan kepada realita obyektif (fidelity
ob ibjective reality). Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan
tetang fakta dan fakta itu sendiri, atau antara pertimbangan (judgement) dan situasi pertimbangan itu
berusaha untuk melukiskan, karena kebenaran mempunyai hubungan erat dengan
pernyataan atau pemberitaan yang kita lakukan tentang sesuatu (Titus, 1987:
237).
Jadi, secara sederhana dapat disimpulkan bahwa
berdasarkan teori korespondensi suatu pernyataan adalah benar jika materi
pengetahuan yang dikandung pernyataan itu berkorespondensi (berhubungan) dengan
obyek yang dituju oleh pernyataan tersebut (Suriasumantri, 1990: 57). Misalnya
jika seorang mahasiswa mengatakan “Kota Yogyakarta terletak di pulau Jawa” maka
pernyataan itu adalah benar sebab pernyataan itu dengan obyek yang bersifat
faktual, yakni kota Yogyakarta
memang benar-benar berada di pulau Jawa. Sekiranya orang lain yang mengatakan
bahwa “Kota Yogyakarta berada di pulau Sumatera” maka pernyataan itu adalah
tidak benar sebab tidak terdapat objek yang sesuai dengan pernyataan tersebut.
Dalam hal ini maka secara faktual “kota Yogyakarta bukan berada di pulau Sumatera melainkan di
pulau Jawa”.
Menurut teori koresponden, ada atau tidaknya keyakinan
tidak mempunyai hubungan langsung terhadap kebenaran atau kekeliruan, oleh
karena atau kekeliruan itu tergantung kepada kondisi yang sudah ditetapkan atau
diingkari. Jika sesuatu pertimbangan sesuai dengan fakta, maka pertimbangan ini
benar, jika tidak, maka pertimbangan itu salah (Jujun, 1990: 237).
2.
Teori Koherensi
Berdasarkan teori ini suatu pernyataan dianggap benar
bila pernyataan itu bersifat koheren atau konsisten dengan
pernyataan-pernyataan sebelumnya yang dianggap benar (Jujun, 1990: 55).,
artinya pertimbangan adalah benar jika pertimbangan itu bersifat konsisten
dengan pertimbangan lain yang telah diterima kebenarannya, yaitu yang koheren
menurut logika.
Misalnya bila kita menganggap bahwa “semua manusia pasti
akan mati” adalah suatu pernyataan yang benar, maka pernyataan bahwa “si Hasan
seorang manusia dan si Hasan pasti akan mati” adalah benar pula, sebab
pernyataan kedua adalah konsisten dengan pernyataan yang pertama.
Seorang sarjana Barat A.C Ewing (1951: 62) menulis
tentang teori koherensi, ia mengatakan bahwa koherensi yang sempurna merupakan
suatu ideal yang tak dapat dicapai, akan tetapi pendapat-pendapat dapat
dipertimbangkan menurut jaraknya dari ideal tersebut. Sebagaimana pendekatan
dalam aritmatik, dimana pernyataan-pernyataan terjalin sangat teratur sehingga
tiap pernyataan timbul dengan sendirinya dari pernyataan tanpa berkontradiksi
dengan pernyataan-pernyataan lainnya. Jika kita menganggap bahwa 2+2 = 5, maka
tanpa melakukan kesalahan lebih lanjut, dapat ditarik kesimpulan yang menyalahi
tiap kebenaran aritmatik tentang angka apa saja.
Kelompok idealis, seperti Plato juga filosof-filosof
modern seperti Hegel, Bradley dan Royce memperluas koherensi sehingga meliputi
dunia; dengan begitu maka tiap-tiap pertimbangan yang benar dan tiap-tiap
sistem kebenaran yang parsial bersifat terus-menerus dengan keseluruhan
realitas dan memperoleh arti dari keseluruhan tersebut (Titus, 1987: 239).
Meskipun demikian perlu lebih dinyatakan dengan referensi kepada konsistensi
faktual, yakni persetujuan antara suatu perkembangan dan suatu situasi lingkungan
tertentu.
3.
Teori Pragmatik
Teori Pragmatik dicetuskan oleh Charles S. Peirce
(1839-1914) dalam sebuah makalah terbit pada tahun 1878 yang berjudul “How to
Make Ideals Clear”. Teori ini kemudian dikembangkan oleh beberapa ahli filsafat
yang kebanyakan adalah berkebangsaan Amerika yang menyebabkan filsafat ini
sering dikaitkan dengan filsafat Amerika. Ahli-ahli filsafat ini di antaranya
adalah William James (1842-1910), John Dewey (1859-1952), George Hobart Mead
(1863-1931) dan C.I. Lewis (jujun, 1990: 57).
Pragmatisme menantang segala otoritanianisme,
intelektualisme dan rasionalisme. Bagi mereka ujian kebenaran adalah manfaat (utility), kemungkinan dikerjakan (workability) atau akibat yang memuaskan
(Titus, 1987: 241). Sehingga dapat dikatakan bahwa pragmatisme adalah suatu
aliran yang mengajarkan bahwa yang benar ialah apa yang membuktikan dirinya
sebagai benar dengan perantaraan akibat-akibatnya yang bermanfaat secara
praktis. Pegangan pragmatis adalah logika pengamatan dimana kebenaran itu
membawa manfaat bagi hidup praktis (Hadiwijono, 1980: 130) dalam kehidupan
manusia.
Kriteria pragmatisme juga dipergunakan oleh ilmuan dalam
menentukan kebenaran ilmiah dalam prespektif waktu. Secara historis pernyataan
ilmiah yang sekarang dianggap benar adalah suatu waktu mungkin tidak lagi
demikian. Dihadapkan dengan masalah seperti ini maka ilmuan bersifat pragmatis
selama pernyataan itu fungsional dan mempunyai kegunaan maka pernyataan ini
dianggap benar, sekiranya pernyataan itu tidak lagi bersifat demikian, disebabkan
perkembangan ilmu itu sendiri yang menghasilnya pernyataan baru, maka
pernyataan itu ditinggalkan (Jujun, 1990: 59), demikian seterusnya. Tetapi
kriteria kebenaran cenderung menekankan satu atau lebih dari tiga pendekatan (1) yang benar adalah yang memuaskan
keinginan kita, (2) yang benar adalah yang dapat dibuktikan dengan eksperimen,
(3) yang benar adalah yang membantu dalam perjuangan hidup biologis. Oleh
karena teori-teori kebenaran (koresponden, koherensi, dan pragmatisme) itu
lebih bersifat saling menyempurnakan dari pada saling bertentangan, maka teori
tersebut dapat digabungkan dalam suatu defenisi tentang kebenaran. Kebenaran
adalah persesuaian yang setia pada pertimbangan dan ide kita kepada fakta
pengalaman atau kepada alam seperti adanya. Akan tetapi karena kita dengan
sutuasi yang sebenarnya, maka dpat diujilah pertimbangan tersebut dengan
konsistensinya dengan pertimbangan-pertimbangan lain yang kita anggap sah dan
benar, atau kita uji dengan faidahnya dan akibat-akibatnya yang praktis (Titus,
1987: 245).
0 Response to "Contoh Makalah Tentang Pengertian dan Teori-teori Kebenaran"
Posting Komentar