Makalah Filsafat Pendidikan Tentang Hakekat Manusia Sebenarnya
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna, jika
dibandingkan makhluk Tuhan yang lain tentu manusia dalam penciptaannya telah
dirancang seunik mungkin oleh Allah SWT. Mulai dari zat pembentuk diri manusia
dan kemudian Allah menganugerahkan potensi-potensi hidup agar manusia tampil
beda dari makhluk lain dan mampu melangsungkan kebahagiaan hidupnya tidak hanya
sebatas materi duniawi bahkan dunia kekal selanjutnya disaat jasad dan materi
itu hilang akan tetapi dunia rohnya akan tetap abadi.
Dalam kitab suci Al-Qur’an dinyatakan oleh Allah SWT
“Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya,
kemudian kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya kecuali orang
yang beriman…..” (Q.S.95 Ayat4-6). Apabila jasad atau materi kembali pada
asalnya tanah maka roh akan kembali pula pasa asalnya yaitu Allah SWT Maha
Pencipta.
Masalah besar yang dihadapi manusia zaman sekarang ini
adalah hilangnya jati diri sesama manusia. Kebanyakan manusia saat sekarang ini
kurang merenungkan diri mereka sendiri. Banyak manusia hanya tahu bahwa fisik dengan
kenikmatan materi adalah tujuan dari hidup manusia, yang berpandangan
keduniawian. Manusia kurang menyadari dan mempersoalkan bahwa di dalam diri
mereka juga ada komponen lain selain fisik (jasmani) yaitu jiwa dan roh sebagai
komponen lebih mendalam dari pada jiwa. Manusia juga lemah dalam pandangan
hidup karena mengandalkan nilai-nilai kuantitatif yang dijalankan oleh roh dan
jiwa merupakan terivinasi menuju yang maha transenden serta disinilah letak
nilai-nilai moralitas dan humanitas manusia.
Muhyiddin (2007: 5-6) membenarkan bahwa pada abad modern
ini spiritualitas manusia banyak yang mati, karena tidak adanya keselarasan
kebutuhan, keinginan, hasrat dan onar duniawi dengan genialitas akal,
genialitas akal tidak diselaraskan dengan kecerdasan jiwa, kecerdasan jiwa
harus dibarengi dengan kecerdasan spiritual. Ketiga kecerdasan yang
dianugerahkan Tuhan bagi manusia tersebut harus dimanfaatkan oleh manusia
secara seimbang. Apabila tidak manusia akan di cap sebagai manusia berperangai
hewan, tidak tahu diri, dan sebagainya.
Banyaknya manusia yang tidak sadar akan dirinya dan
kurang perenungan mendalam sehingga cenderung mengakui dirinya hanya bagi
jasad, badan atau jasmani semata, atau apa yang manusia lihat di dunia semata.
Maka penulis mencoba memaparkan dalam sebuah makalah dengan judul “Hakekat Manusia Sebenarnya”. Tentu
saja pandangan-pandangan dalam makalah ini akan disajikan dalam kajian
pemikiran filsafat bahkan religius. Sebab pencarian suatu hakikat merupakan
perenungan dan pengkajian yang sangat mendalam.
Masalah yang dikemukakan dan dicarikan pemecahan
masalahnya dalam makalah ini adalah : “Bagaimana manusia yang sebenarnya dan
seharusnya?” Jika kita telaah dari zat-zat pembentuknya hingga memiliki potensi
yang diharapkan maka tujuan utama dari makalah ini adalah agar kita semakin
sadar akan manusia seperti apa kita. Dengan menyadari asal dan potensi diri
kita sebagai seorang manusia sejati.
BAB II
PERMASALAHAN
1.
Dari Pengertiannya Manusia Sudah Menggambarkan Masalah
Sebagai bahan pemikiran bagaimana
hakikat manusia itu sebenarnya maka akan dikemukakan pandangan para ahli
diantaranya, Bakker (200: 51) mengemukakan dua istilah yang dipakai dalam
hubungan dengan hakikat manusia yaitu kodrat dan esensi. Kodrat (natural)
menurut artinya yang asli ialah inti yang tetap di dalam suatu kenyataan. Dan
esensi berarti unsur-unsur yang bersama-sama mewujudkan inti mutlak (perlu)
bagi suatu taraf atau jenis kenyataan.
Dalam bahan ajar pedagogi Aliasar
memaparkan kata hakekat berasal dari kata hak yang sesungguhnya benar.
Sedangkan istilah manusia berasal dari kata “Man” dalam bahasa Arab sama
artinya dengan orang dan manusia yang diartikan pelupa.
Masalah yang muncul jika kita
beranjak dari pengertian di atas adalah pelupa. Pelupa merupakan suatu sifat
atau tabiat yang dimiliki manusia yang dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai
suatu yang tidak teringat atau tidak disengaja untuk tidak ingat. Jika kita
renungkan dalam kehidupan kita sekarang ini pengertian tersebut sangat relevan.
Sebagai bukti dalam satu hari saja kita bertanya kepada diri kita sendiri,
kepada teman sesama manusia bahkan kepada Tuhan pasti ada yang terlupa,
tertinggal, terbawa, dan sebagainya. Karena sifat pelupa manusia cenderung
mengingkari perintah Tuhannya, tidak sadar lagi bahwa dirinya adalah seorang
hamba, banyak lagi masalah-masalah yang dimunculkan manusia.
2.
Komponen Yang Kompleks Pada Diri Manusia
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan sebaik-baik bentuk, maka
diri manusia dilengkapi dengan komponen-komponen sesempurna mungkin. Mulai dari
komponen yang konkrit seperti jasad atau badan disebut juga wadaq yang kesemua
istilah tersebut dinamakan jasmani, bahkan sesuatu yanhg abstrak yaitu jiwa dan
komponen lebih abstrak lagi dan mendalam dari jiwa yaitu roh. Biasanya orang
menggabungkan kedua komponen tersebut sebagai rohani manusia.
a.
Jasmani
Unsur-unsur jasmani manusia disebut
juga fisik konkrit manusia yang bersangkutan. Para
ahli Biokimia lebih menguraikan bagaimana jasmani manusia itu ada yaitu satu
kesatuan dari :
Kulit + tulang + daging + darah à tubuh / jasad / wadaq / fisik / jasmani dengan unsur-unsur
pembentuknya antara lain : zat pembakar (CO), Zat lemas (N), Zat air (H), Zat
belerang (S) dan Zat arang (C), dan ada lagi tambahan yang berasal dari luar
jasmani yaitu zat organik dan anorganik.
Ahli filsafat menganggap jasani
manusia bukanlah segalanya dan merupakan salah satu dari bagian diri manusia
saja. Bahkan jasmani diibaratkan barang mati yang hanya berperan sebagai wadah
daripada rohani atau jiwa dan roh (Sanadji, 1985: 36).
Pandangan para ilmuwan filosofi
tersebut tidak ada salahnya akan tetapi tidak sesempurna pandangan Islam yang
telah menghimpun segala kebenaran tentang hakekat jasmani manusia merupakan
ciptaan Allah yang suatu sentakan kembali (mengalami mati) karena terbuat dari
tanah (zat bumi). “Dan sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu
sari pati (berasal) dari tanah”. (Q.S. 23: 12).
Kemudian dalam perkembangan
selanjutnya manusia tercipta dari proses perkawinan, yang dalam perkembangan
masih mengkonsumsi makanan sebagai bahan untuk kelangsungan hidup yang masih
berasal dari tanah (bumi). Islam tidak memandang jasmani satu komponen manusia
yang sebenarnya, tetapi Islam mengajarkan jasad (jasmani) dikatakan hidup (jadi
manusia) setelah ditiupkan roh ke dalamnya.
b.
Rohani (Jiwa dan Roh)
Jiwa adalah sesuatu yang abstrak
artinya tidak dapat ditangkap oleh panca indera tentang adanya. Walaupun
hasilnya dapat ditangkap oleh indera atau setidaknya dirasakan oleh pihak yang
bersangkutan. Menurut R. Descartes (dalam Sanadji, 1985: 53) manusia itu adalah
rohani yang menggunakan jasmani sebagai alat.
Dalam kehidupan sehari-hari
kebanyakan orang hanya membicarakan jasmani dan rohani (spirit dan matter).
Khusus mengenai rohani tidak sebatas jiwa semata melainkan masih ada hal yang
lebih mendalam dari itu dan paling abstrak yang disebut dengan roh. Pandangan
beberapa ahli membedakan antara jiwa dan roh. Pengertian jiwa biasanya diabil
dari pengertian biologis atau daya hidup yang disebut jiwa (anima) maka roh
berhubungan dengan hal yang agak kabur dan tidak konsisten.
Keadaan tersebut sangat beralasan
sebab roh merupakan suatu yang lebih mendalam, bahkan yang paling dalam atau
hakekatnya dari pada manusia (Sanadji, 1985: 74). Sudah sewajarnya manusia
tidak dapat menemukan bagaimana bentuk roh manusia terletak di suatu tempat
disisi Tuhan yang disebut Laufs Mahfuhz yang tidak akan dapat dikaji dengan
logika. Roh seorang manusia akan selalu menyangkut hakekat seluruh masa
daripada manusia (hakekat masa lalu / sebelum hidup di dunia). Dengan demikian
roh menyangkut hal yang lebih luas bahwa hidup yang tidak bertepi, hidup yang
abadi atau langgeng.
Walaupun demikian baik jiwa maupun
roh merupakan bagian besar dari rohani seorang manusia dan perlu pengkajian
mendalam dalam membedakannya. Ada
3 pendapat tentang lingkungan rohani :
1)
Bahwa rohani termasuk di
dalamnya hal yang abstrak tetapi menjangkau pada hal yang transenden atau
mutlak diantaranya dorongan atau nafsu, instink dan gejala jiwa.
2)
Bahwa rohani diasosiasikan
dengan hal yang bersifat hakekat dan transenden manusia, misalnya kegiatan
rohani kaum spiritualis.
3)
Bahwa rohani mencakup kedua hal
di atas.
3.
Masalah Dapat Muncul Akibat Korelasi Yang Tidak Cocok Antar Komponen
Diri Manusia
Dalam pandangan Al Ghazali tentang
manusia diterangkan bahwa Al_Nafs (rohani) adalah substansi berjenis khusus
yang dilawankan dengan Al-Jism (jasmani). Tetapi keduanya membentuk realitas
yang dinamakan manusia. Badan, jiwa dan roh merupakan 3 dimensi yang berlainan.
Ketiga dimensi itu bersatu dalam diri manusia saling mengisi dan memenuhi.
Fisik (jasmani) yang lapar akan dirasakan oleh perasaan berupa instink dalam
jiwa, keperihan, kering dan sebagainya. Bahkan roh pun merasa ada masalah,
dimensi yang berbeda tersebut selalu berkaitan. Permasalahan hidup manusia
muncul ketika jasad (jasmani) menyakiti rohani dan sebaliknya. Sebagai contoh
sebenarnya karena roh itu suci jadi tidak menginginkan perbuatan maksiat
seperti berzina, mencuri, membunuh, dan sebagainya. Dengan dorongan jasmani dan
jiwa disertai nafsunya sangat kuat menginginkan maka timbullah perbuatan yang
menjadi masalah hidup baik dalam lingkup diri sendiri, orang lain bahkan
ancaman Tuhan.
Kemunafikan manusia merupakan masalah
yang berat karena telah melenceng dari jalan yang lurus yaitu bisikan Tuhan,
dengan roh yang sucinya sehingga muncullah pepatah untuk manusia yang demikian
yaitu lain di mulut lain di hati, nikmat di dunia celaka di akhirat, badan
senang batin tersiksa, dan sebagainya.
Seharusnya manusia mensinergikan
kecerdasan yang dianugerahkan Tuhan pada dirinya yaitu seperti pada Muhyidin
(2004: 5) kecerdasan intelektual harus diimbangi dengan kecerdasan emosional
dan emosional diimbangi dengan kecerdasan spiritual agar manusia dapat menjadi
manusia yang sesungguhnya (insan kamil). Bukan sebatas manusia biologis
sebagaimana hewan yang hanya membutuhkan keseimbangan jasmani atau lebih parah
lagi manusia yang telah dipenuhi jiwanya (termasuk akal) oleh instink-instink
kotor maka jatuhlah manusia pada tingkat lebih rendah dari seekor hewan.
BAB III
PEMECAHAN MASALAH
1.
Sadari Diri Bahwa Manusia Hamba Tuhan (Manusia Makhluk Bertuhan)
Manusia yang tidak sadar atau nasia
(pelupa) perlu ditingkatkan lagi kecerdasan intelektual, emosional, dan
spiritualnya agar tidak mudah lupa akan kewajiban, hak dan tanggung jawabnya.
Agar kodrat dan esensialnya di dunia mendapat tempat dan keselamatan bagi
manusia lain bahkan makhluk Tuhan lain.
Dengan selalu ingkat (tidak lupa)
bahwa suatu saat manusia akan kembali menemui Tuhannya maka manusia akan selalu
berhati-hati dan akan selalu memperbaiki kesalahannya. Manusia yang tidak
pelupa akan selalu memikirkan kehidupan dunia dengan kenikmatan fisik sesaat
dan kesenangan jiwa seketika. Akan tetapi akan memperhitungkan bagi kehidupan
yang lebih luas tanpa akhir dan tepi yaitu roh akan kembali kepada penciptanya
dan melanglang buana tiada henti tidak seperti jasad dan jiwa yang bisa mati
dan berakhir.
2.
Komponen dan Zat Pembentuk Manusia Harus Bersumber Dari Sesuatu Yang
Halal dan Baik
Manusia dengan penciptaan yang
kompleks telah mempengaruhi jalan hidup manusia itu. Jika dikaji kembali secara
ilmu maupun Islam tentang zat pembentuk jasad manusia maka :
a.
Zat pembakar dengan senyawa O,
H, C merupakan senyawa pembentuk karbohidrat yang berguna sebagai sumber energi
untuk aktivitas oleh manusia. Apabila ditelaah sumber-sumber zat pembakar
tersebut berasal dari makanan pokok berupa tumbuhan padi, sayuran, ubi, jagung,
dan lain-lain. Semua makanan manusia tersebut mengambil sari makanan dari tanah
jadi cocoklah manusia memakan hal demikian karena manusia juga terbentuk dari
tanah.
b.
Zat Nitrogen (N) pelemas
merupakan zat yang berguna bagi tubuh sebagai eksresi melalui ginjal atau
sebagai perombak, pengganti, pembangun sel baru yang rusak. Senyawa N
menghasilkan zat makanan berupa protein tubuh dengan sumbernya daging, ikan,
telur, susu, kacang-kacangan, dan sebagainya. Dapat kita ketahui bahwa hewan
yang menghasilkan daging tersebut juga mengambil makanan langsung dari tanah.
c.
Zat arang (S) merupakan zat
pembentuk tulang manusia, bersumber dari tepung, susu, kacang-kacangan, dan
sebagainya semua makanan tersebut bersumber dari tanah.
Maka :
Senyawa O+N+H+S+C à hasil : vitamin, karbohidrat, protein, lemak à membentuk : kulit + tulang + daging + darah à makhluk jasmani.
Darah merupakan sari pati seluruh
makanan, merupakan hal terpenting dalam jasmani yang berguna menghidupkan
seluruh otot-otot yang dialirinya melalui pembuluh darah. Membangkitkan kerja
syaraf melalui dari saraf pusat (otak) sampai pada ujung-ujung syaraf terhalus.
Sehingga manusia beraktivitas, berfikir, merasa dan bertindak sehingga
syaraf-syaraf telah menghubungkan ke dimensi rohani jiwa yang memiliki daya
intelektual, emosional dan spiritual yang menjadikan manusia bisa mengenal
dirinya, makhluk lain, dan pencipta dirinya sendiri. Begitulah pentingnya
darah, sekiranya darah tidak ada maka seluruh fungsi jasmani dan jiwa akan
mati. Mempelajari diri begitu mendetailnya proses pembentukan manusia, disini
terlihat bahwa makanan sebagai kebutuhan fisik (jasmani) membawa pengaruh
perilaku dan sikap manusia (rohani) untuk itu agar manusia dapat melalui
kehidupan dunia dan akhirat dengan selamat maka konsumsilah makanan yang halal
dan baik bagi kebutuhan hidup, sehingga ketiga komponen diri manusia, jasad,
jiwa dan roh tidak sakit.
3.
Korelasi Yang Seimbang Antara Jasad, Jiwa dan Roh
Hubungan ketiga komponen atau dimensi
pada diri manusia tidak dapat dipastikan apakah jasmani yang mendahului
sehingga jiwa dan roh terbawa? Atau jiwa yang mengendalikan jasmani? Bahkan
sebaiknya roh yang mengetahui seluruh kegiatan jasmani dan jiwa. Jika
diprediksi dari diri kita maka kita akan merasakan ada 3 kemungkinan yang
terjadi mengenai hubungan jiwa, jasmani, dan roh.
a.
Jasmani telah lebih dahulu
membawa wujud yang lebih dahulu bagi jiwa / roh.
Maksudnya disini kegiatan fisik telah membawa serta jiwa
atau roh untuk berperan. Contoh : seorang yang mengalami kecelakaan tangannya
terluka (fisik sakit) pada saat itu juga jiwanya merasakan perih dan sakit yang
tak terperi hingga batas ia tak sadarkan diri (pingsan). Saat itu kemungkinan
ia telah merasakan dengan rohnya.
b.
Jiwa atau roh yang lebih dahulu
membawa wujud lebih dahulu bagi jasmani
Misalnya seseorang merasakan lapar atau berfikir tentang
sesuatu makia fisik akan berusaha memperoleh apa yang diinginkan tersebut,
mungkin dengan memasak makanan terlebih dahulu, menyuap ke mulut dengan tangan,
dikunyah dengan gigi hingga lambung mudah bekerja dan akhirnya kenyang.
c.
Hubungan yang setara dalam
perwujudan
Maksudnya adalah tidak ada yang mendahului dan yang
mengakhiri dalam melakukan suatu perbuatan jiwa maupun jasmani dengan kata lain
jiwa dan jasmani sehingga bekerja secara spontan sehingga sulit dibedakan mana
yang dahulu dan mendahului komponen lain. Pendapat ini tidak jauh berbeda
dengan pandangan Al-Gazali bahwa Al-Nafs (rohani) substansi berjenis khusus
yang dilawankan dengan Al-Jism (jasmani).
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada hakekatnya manusia makhluk
ciptaan Tuhan yang cenderung pelupa akan perintah dan ketentuan Tuhan.
Dikatakan manusia apabila ia mempunyai komponen jasmani seperti alat indera,
kaki, tangan, dan organ tubuh lainnya, saling mendukung dengan rohani yang
memiliki nilai abstrak yang dapat diwujudkan dalam potensi diri yang meliputi
kecerdasan pengetahuan, atau intelektual, kecerdasan emosional dan spiritual.
Roh yang lebih dalam dari jiwa dimana manusia tidak dapat mengetahui
keberadaannya.
Sumber makanan sebagai kelangsungan
hidup manusia mempengaruhi fisik (jasmani) serta rohani pemakannya. Karena
makanan dijadikan sari berupa darah yang dapat mengalir ke seluruh tubuh.
Bahkan dapat menghubungkan 3 dimensi yang berbeda yaitu jasmani, jiwa dan roh
secara timbal balik.
B. Saran
1.
Baik fisik, jiwa, maupun roh
memiliki kebutuhan tertentu. Jadi jangan penuhi satu segi saja dengan mengabaikan
dimensi yang lain sehingga kita tidak sanggup lagi sebagai manusia yang utuh.
Jika manusia hanya mengandalkan jasmani semata maka tak ubahnyalah seperti
hewan dan makhluk lain yang sejenis, begitu pula sebaliknya jika hanya
mementingkan jiwa dan roh tak ubahnyalah seperti malaikat dan sejenisnya.
Padahal kita lebih sempurna dari segala makhluk ciptaan Tuhan.
2.
Kecerdasan jasmani yang
diimbangi dengan kecerdasan jiwa (emosional) dan diimbangi lagi dengan
kecerdasan spiritual akan mendekatkan manusia kepada kesempurnaan.
3.
Sebagai sumber kehidupan,
makanan yang halal dan baik akan membawa pengaruh fisik pula bagi kecerdasan
intelektual, emosional, bahkan spiritual.
DAFTAR RUJUKAN
Ali. Asar. 2006.
Bahan Ajar Pedagogi. Padamng : UNP
Anton, Bakker.
2000. Antropologi Metafisik. Yogyakarta : Kanisius
Departemen
Agama. 2000. Al-Qur’an dan Terjemahan:
CV. Diponegoro
Kasmiran. Wuryo.
Sunadji. 1985. Filsafat Manusia. Jakarta : Erlangga
M. Nasir. Nasution. 1999. Manusia Menurut Al-Ghazali. Jakarta
: Raja Gravindo Persada
Muhammad. Muhyidin. 2004. Engkau Hanya Jibril, Akulah Muhammad. Yogyakarta
: Ar-Ruzz Media.
0 Response to "Makalah Filsafat Pendidikan Tentang Hakekat Manusia Sebenarnya"
Posting Komentar