Masalah Bahasa Indonesia Dalam Media Massa Khsusnya Radio
1.
Penggunaan Bahasa dalam Siaran Radio
- Pendahuluan
Bahasa radio meliputi bahasa lisan
maupun bahasa tulis. Sehubungan dengan itu kita akan berbicara tentang bahasa baku dan bahasa nonbaku.
Mengikuti siaran radio berarti mendengarkan bahasa yang dituturkan secara
langsung oleh pembicara atau mendengarkan bahasa tulis yang dibacakan oleh
pembicara atau penyiar. Pada umumnya, bahan yang disiarkan di radio itu
dipersiapkan lebih dahulu, ditulis, lalu dibacakan oleh penulisnya atau oleh
orang lain.
- Bahasa Rasio
2.1 Bahasa Lisan dan Bahasa
Tulis
Sudah saya singgung di atas tadi
mengenai bahasa lisan dan bahasa tulis. Ada
perbendaan antara kedua jenis bahasa itu. Pada umumnya bahasa tulis harus lebih
sempurna dari pada bahasa lisan. Mengapa? Bahasa lisan memiliki alat bantu
selain daripada bahasa itu sendiri untuk memperjelas pengertian yang terkandung
di dalam sebuah tuturan. Jika kita berbicara, kita mengucapkan bahasa itu
dengan intonasi (lagu tutur) yang sesuai dengan makna yang terkandung di dalam
kalimat yang kita ucapkan itu. Sebuah bentuk bahasa berupa kalimat dapat
mengandung maksud bermacam-macam karena intonasi yang berbeda. Susunan kata Ibu
sakit dapat menyatakan sebuah pemberitahuan saja bila diucapkan dengan lagu
tanya. Sambil berbicara, kita dapat menggerak-gerakkan tangan kita atau bagian
tubuh kita yang lain untuk membantu pengertian tuturan kita: mengangkat bahu
menandakan tak tahu atau sikap tak acuh, menggelengkan kepala tanda tak setuju
atau tak mau, dan sebagainya. Perubahan air muka (mimik) juga membantu
menjelaskan maksud si pembicara. Semua alat yang saya sebutkan itu tidak
terdapat di dalam bahasa tulis.
Bahasa Indonesia hanya dapat menjadi
bahasa yang kaya dan mantap apabila ia tidak menutup pintu terhadap masuknya
kata dan unsur baru baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing. Semua
unsur yang dapat memperkaya bahasa Indonesia seharusnyalah kita terima.
Tentu saja kita harus mengutamakan
swadaya bahasa kita, bahasa Indonesia. Mengangkat kembali kata Bahasa Indonesia
asli yang sudah “tenggelam” bila itu cocok untuk digunakan sebagai padan kata
asing, atau meningkatkan kemampuan bahasa kita. Bahasa Indonesia itu sendiri,
dalam bentukan baru dibidang fonologi, morfologi, dan sintaksis untuk menemukan
makna baru yang singkat, tepat, tetapi teliti. Hal atau upaya itu merupakan
suatu usaha yang sangat positif dalam memperkaya bahasa kita. Banyak contoh
dapat kita kemukakan dalam bahasa Indonesia dewasa ini mengenai bentuk-bentuk
yang dahulu tidak dikenal dalam bahasa Melayu. Namun sekarang ada di dalam
bahasa Indonesia .
- Sebuah Saran
Beberapa segi kebahasaan sudah
dibakukan; misalnya, ejaan, cara membentuk istilah, kata (dengan penyusunan
kamus umum). Tetapi sampai saat ini, bidang tata bahasa belum juga digarap,
sedangkan banyak sekali yang perlu ditetapkan lagi mengenai kaidah bahasa Indonesia .
Buku-buku tata bahasa yang ada rasanya sudah ketinggalan zaman. Kita diharapkan
kepada banyak sekali bentuk atau bentukan baru yang tidak dapat ditelusuri
aturannya didalam buku tata bahasa yang ada dewasa ini. Struktur kata dan
kalimat ada yang berubah yang saat ini dipakai oleh masyarakat pemakai bahasa,
tetapi tetap dianggap bentuk nonbaku.
Pembakuan tata bahasa rasanya perlu
segera beroleh prioritas karena pembakuan bahasa Indonesia merupakan salah satu
garapan politik bahasa nasional. Para guru yang berdiri di depan kelas sangat
memerlukan pegangan yang mantap agar mereka tidak dihadapkan kepada
keragu-raguan untuk menetapkan mana yang benar atau baku dan mana yang tidak.
Bahasa Indonesia dalam pertumbuhan
dan perkembangannya masih berada di tengah perjalanan. Namun pembakuan tata
bahasa merupakan suatu hal yang mendesak. Kalau perlu, tiap sepuluh tahun
sekali diadakan peninjauan kembali terhadap struktur bahasa yang hidup dan
digunakan oleh masyarakat pemakainya. Kalau perlu demi kebutuhan yang mendesak
itu, kita tidak menggarapnya sekaligus semua persoalan, tetapi meninjau dan
menggarapnya masalah demi masalah.
3.1 Suara,
Intonasi, Tekanan Kata, Kecepatan Bicara
Menangkap siaran radio mendengarkan
siaran radio dengan telinga. Oleh sebab itu, semua hal yang bersangkutan dengan
pendengaran manusia itu haruslah mendapat perhatian pembicara atau penyiar
radio. Aspek-aspek psikologis haruslah pula mendapat perhatian dilihat dari
sudut si pendengar.
a)
Suara harus mantap dan suara
penyiar yang bagus akan lebih menarik daripada suara yang kecil, serak, tidak
jelas.
b)
Intonasi harus menarik karena
tuturan yang datar saja, yang tidak memperdengarkan turun naiknya suara secara
tepat sesuai dengan isi tuturan, akan membosankan pendengar dan melelahkan.
c)
Tekanan kata-kata harus pula
tepat. Janganlah kata-kata bahasa Indonesia diberi tekanan seperti kata-kata
bahasa Inggris, Belanda, Arab dan sebagainya. Tekanan yang tidak tepat
kadang-kadang menimbulkan rasa geli bagi pendengar.
d)
Kecepatan bicara harus diukur
sehingga tidak terlampau cepat , tetapi tidak pula terlalu lambat seperti orang
mengeja. Sukar menangkap tuturan yang terlalu cepat pengucapannya, tetapi
tuturan yang diucapkan kata demi kata secara lambat sekali melelahkan pendengar
karena lama sekali baru sebuah kalimat selesai diucapkan. Hal ini membuat
pendengar lelah karena sangat lama baru dapat dia menyimpulkan maksud maksud si
pembaca.
e)
Bahan yang disiarkan jangan
terlalu panjang agar tidak membosankan apalagi kalau yang dibawakan itu topik
berat. Bahan berat atau sukar, sebaiknya dibawakan di televisi pendengar dapat
melihat orang yang berbicara iu, lagi pula pembicara dapat menjelaskan bahasanya
dengan bantuan gambar, grafik, foto dan sebagainya.
3.2 Bahasa Baku
dan Bahasa Nonbaku dalam Siaran
Bahasa baku kita gunakan dalam semua situasi resmi.
Kebanyakan bahasa siaran radio sifatnya resmi, karena itu bahasa yang digunakan
pun haruslah bahasa baku .
Ada dua macam
bahasa yang digunakan dalam siaran radio: 1) bahasa dalam bentuk dialog; 2)
bahasa dalam bentuk tuturan sebagai penyampaian dari satu pihak kepada pihak
lain (dari pembicara kepada pendengar).
Tentu saja kita masih dapat menggunakan bahasa yang
disebut dialeg, baik itu dialeg regional maupun dialeg sosial. Misalnya, karena
siaran kita kita tujukan kepada penduduk desa yang kita gunakan campur dengan
dialek setempat yang dapat dipahami oleh penerima siaran itu. Kita dalam hal
ini, menggunakan dialek regional. Kalau penyiar menunjukkan siarannya kepada
sekelompok masyarakat tertentu, misalnya kepada kelompok remaja yang memiliki
bahasa yang disebut slang dan acara ini merupakan acara yang tidak resmi tetapi
santai, tentu saja dapat digunakan dialek sosial, yaitu bahasa yang digunakan
dalam kelompok sosial itu.
Menghidupkan bahasa baku resmi tidak
berarti harus menghapuskan semua dialek, baik dialek regional maupun dialek
sosial karena semua ragam bahasa mempunyai hak hidup yang sama.
Pada umumnya bahasa tulis yang
dibacakan seperti bahasa warta berita, pengumuman pemerintah, penerangan umum,
siaran yang pembicaraannya bersifat ilmiah, pembacaan cerpen, dongeng, dan
semacam itu haruslah ditulis dalam bahasa resmi baku .
Bagaimana bentuk bahasa yang
seharusnya digunakan?
a)
Susunan kalimat haruslah
teratur.
b)
Kalimat sebaiknya tidak terlalu
panjang sebab kalimat yang panjang menyulitkan pendengar menangkap pengertian
secara utuh sebab lama sekali menunggu selesainya kalimat itu. Lagipula bila
penempatan bagian-bagian (klausa-klausanya) tidak tepat, dapat menyebabkan
maksud kalimat menjadi kabur.
c)
Susunan kalimat jangan kacau
(rancu).
d)
Kata-kata yang digunakan untuk
siaran yang umum sifatnya sebaiknya kata-kata yang umum pula yang artinya diketahui
oleh masyarakat. Jangan banyak menggunakan kata atau istilah baru yang belum
dikenal. Jangan menggunakan banyak sekali kata asing yang belum tentu dipahami
oleh pendengar.
e)
Kata haruslah digunakan dengan
makna yang tepat.
f)
Bentukan kata haruslah tepat.
Dalam hal ini, imbuhan yang dipakai membentuk kata-kata haruslah sesuai dengan
kaidah. Demikian juga pembentukan kata ulang atau kata gabung haruslah sesuai
dengan kaidah.
Di bawah ini saya beri contoh sebuah
alinea yang sangat kacau bahasanya. Tulisan yang seperti ini bila dibacakan
dalam siaran radio, akan sangat sukar ditangkap maksudnya.
Mengikuti komentar-komentar PON ke-10
yang disampaikan oleh penyiar-penyiar televisi kita, dapat ditangkap betapa
banyaknya kalimat rancu yang diucapkan mereka dan penggunaan kata yang tak
tepat. Kata daripada diobral pemakaiannya seolah-olah kata itu dapat saja
ditempatkan di depan semua kata, tak ada aturannya yang khusus.
-
Tendangan daripada Zulham
Effendi akhirnya menggetarkan jala daripada Aceh.
-
Harry Maitimu melancarkan suatu
pukulan-pukulan yang beruntun ke kepala lawannya.
-
Untuk nomor lari….meter, diraih
oleh Jatim.
-
Di tempat juara ketiga,
diduduki oleh regu….
-
Sore nanti akan berhadapan
kesebelasan Irian Jaya melawan kesebelasan Lampung.
-
Besok sore di lapangan Kuningan
akan berhadapan antara kesebelasan Jatim melawan kesebelasan Sumatra Barat.
- Peranan Radio
Radio, baik radio pemerintah maupun
radio swasta, mempunyai peranan :
a)
Memberikan informasi
b)
Memberikan bimbingan
c)
Menyiarkan ilmu pengetahuan
d)
Memberi hiburan
e)
Mebina bahasa Indonesia yang
baik dan benar
Sebagai media pemerintah, sudah pada
tempatnya apabila Radio Republik Indonesia (RRI) baik di pusat maupun di daerah
memperhatikan benar penggunaan Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Pembinaan
bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional bukan hanya melulu menjadi tugas para guru, dosen, atau para
ahli bahasa, melainkan menjadi tugas seluruh bangsa Indonesia . Dalam hal ini, media massa seperti radio, televisi, surat kabar, dan majalah mempunyai peranan
yang sangat penting dan menentukan.
4.1 Bahasa Daerah
Mengenai bahasa daerah yang
disebutkan dalam butir 3). Kita tahu bahwa dalam UUD 1945 dinyatakan juga bahwa
bahasa daerah yang masih dipakai sebagai alat perhubungan yang hidup dan dibina
oleh masyarakat pemakainya dihargai dan dipelihara oleh negara karena ia
merupakan bagian daripada kebudayaan bangsa yang hidup. Politik bahasa nasional
harus memperhitungkan kelangsungan hidup bahasa daerah karena bahasa daerah
mencerminkan kekayaan budaya kita dan bahasa daerah selalu dapat kita
manfaatkan bagi pengembangan bahasa nasional, bahasa Indonesia .
Dalam menentukan kebijaksanaan bahasa
nasional, bahasa daerah tertentu perlu dikembangkan dan dibakukan. Jika
dikehendaki oleh penuturnya, bahasa daerah yang besar jumlah penuturnya dapat
diajarkan di sekolah sebagai mata pelajaran walaupun tidak lagi digunakan
sebagai bahasa pengantar. Harus juga diketahui berapa jumlah bahasa daerah yang
ada, berapa jumlah penutur bahasa daerah itu masing-masing, bahasa daerah mana
yang harus diteliti dan didokumentasikan, disusun kaidahnya, kamusnya agar
bahasa daerah tersebut dapat terpelihara karena memiliki dokumentasi. Prioritas
bahasa daerah perlu ditentukan dan ditetapkan. Hasil usaha tersebut perlu bagi
bahasa itu sendiri, bagi keperluan studi perbandingan, dan bagi pengembangan
bahasa nasional.
4.2 Bahasa Asing
Mengenai bahasa asing, politik bahasa nasional perlu
menetapkan kebijaksanaan mengenai kedudukan bahasa-bahasa asing itu, peranannya
bagi kepentingan nasional dan tujuan yang ingin kita capai dengan pengajaran
bahasa asing di lembaga-lembaga pendidikan kita. Di negara kita ini, kita
menetapkan bahwa bahasa Inggris merupakan bahasa asing pertama. Penetapan itu
tentu didasarkan pada peranan bahasa Inggris dalam hubungan internasional.
Begitu banyak buku yang ditulis dalam bahasa Inggris mengenai bermacam-macam
ilmu pengetahuan dan teknologi modern yang berguna bagi kita. Hanya bila kita
dapat memanfaatkan buku-buku itu, dapat kita memetik faedahnya bagi kepentingan
nasional.
Sebagian orang risau melihat banyaknya kata dari bahasa
asing dan istilah-istilah asing yang masuk ke dalam bahasa Indonesia . Hal itu tidaklah perlu
terlalu dirisaukan.
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Djago. 1995. Masalah Bahasa Indonesia Dalam Media Massa . Bandung : Angkasa.
0 Response to "Masalah Bahasa Indonesia Dalam Media Massa Khsusnya Radio"
Posting Komentar